Terdakwa berita bohong atau hoax yang menyebabkan keonaran Ratna Sarumpaet menilai kasusnya sejak awal dipolitisasi yang kemudian digiring demi kepentingan salah satu pasangan calon presiden. Dia menyampaikannya saat membacakan nota pembelaaan (pleidoi) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (18/6/2019).
"Saksi-saksi di persidangan mengungkap bahwa berita bohong yang saya buat tidak ada motif politik," ujarnya di hadapan Majelis Hakim. "Tapi semata mata untuk menutupi kepada anak-anak saya bahwa saya dalam usia lanjut masih melakukan operasi sedot lemak."
Maka Ratna Sarumpaet menilai tuntutan jaksa yang menjeratnya dengan pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tidak berdasar. Dia pun berpendapat, berita bohong yang dibuatnya tersebut bersifat pribadi karena hanya disampaikan kepada orang-orang dekatnya.
"Saya tidak pernah menyangka sedikitpun bahwa kebohongan pribadi yang saya sampaikan ke beberapa orang itu akan berdampak hukum," ujarnya.
Jaksa penuntut umum menuntut Ratna Sarumpaet dihukum penjara 6 tahun. Jaksa menyatakan Ratna bersalah atas penyebaran berita bohong tentang penganiyaan dirinya sehingga menimbulkan keonaran di masyarakat. Ratna dianggap terbukti melanggar Pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang mengedarkan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran.
Lebih lanjut Ratna mengungkapkan bahwa penyidikan oleh polisi menggiring opini publik seolah berita bohong terkait penganiayaan dengan sengaja dibuat dan disebarkan untuk kepentingan salah satu pasangan calon presiden. Namun, fakta sebenarnya terungkap dalam pengadilan bahwa dia tidak memiliki motif politik dalam berita bohong atau hoax tersebut.
Baca Juga
"Sulit dipungkiri betapa kasus berita bohong yang menimpa saya sudah sejak awal sarat dengan politisasi," tutur Ratna Sarumpaet.