Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno merevisi klaim kemenangan dari awalnya 62 persen menjadi 54,24 persen. Perubahan tersebut terungkap saat simposium untuk mengungkap fakta-fakta kecurangan Pilpres 2019 di Hotel Grand Sahid Jaya, Selasa (14/5/2019).
Anggota Dewan Pakar Badan Pemenangan Nasional (BPN) Laode Masihu Kamaluddin mengatakan bahwa paslon 02 mendapat suara 48.657.483 atau 54,24 persen. Sementara itu ,pasangan Jokowi-Amin memperoleh 39.599.832 atau 44,14 persen.
Hasil ini berdasarkan formulir C1 yang dikumpulkan relawan. Data dari sistem informasi Direktorat Satgas BPN itu baru masuk sekitar 54,91 persen atau sekitar 444.976 dari 810.329 Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Menanggapi hal itu, Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi Dahnil Ansar Simanjuntak mengatakan klaim kemenangan berubah lantaran dihitung berdasarkan formulir C1.
"Itu kan masih proses ya C1-nya juga masih beberapa persen. Jadi perkembangan yang sedang dikumpulkan oleh timnya Prof Laode," katanya, Rabu (15/5/2019).
Dahnil bahkan menganalogikan bahwa penghitungan internal BPN sama dengan progres situng yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menurutnya, input data akan terus bergerak dan bertambah hingga hari penentuan yaitu 22 Mei mendatang.
Baca Juga
"Ya sama saja. Waktu pada saat itu proses C1 kan, terus bergerak sama dengan situng yang sedang berlangsung di KPU," ungkapnya.
Ketika ditanya soal adu data dengan KPU, Dahnil mengungkapkan sejak awal BPN sudah meminta klarifikasi terkait data pemilih tetap (DPT).
Saat itu, BPN Prabowo-Sandi meminta penjelasan adanya 17,5 juta data DPT bermasalah kepada KPU dan Kementerian Dalam Negeri sejak masa kampanye Pilpres 2019 beberapa bulan lalu. Namun, Dahnil mengatakan KPU seakan tidak menggubris permintaan BPN Prabowo-Sandi untuk mengubah atau memperbaiki data tersebut.
"Kami sudah adu data sejak awal, tetapi kemudian gak ada perubahan signifikan terhadap data dan fakta yang kami sampaikan, termasuk pada saat terkait kecurangan. Ini kan, kan ini sudah berulang kali, termasuk kemarin mengundang KPU untuk mendengarkan secara langsung," jelasnya.
Berkaca dari hal itu, Dahnil menegaskan pihaknya tidak akan melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) setelah KPU mengumumkan pemenangan Pilpres 2019 pada 22 Mei mendatang.
Dia menuturkan BPN Prabowo-Sandi sudah melihat proses hukum yang terjadi sejak masa kampanye hingga saat ini. Dahnil juga merasa tidak puas dengan tindakan-tindakan yang diterima oleh pendukung paslon 02.
"Kami banyak dihalang-halangi, kriminalisasi terhadap tokoh-tokoh BPN baik pada saat pencoblosan dan pascapencoblosan. Kami kehilangan kepercayaan pada proses hukum. Hukum kita seperti hukum rimba, siapa yang kuat dia yang menentukan tafsir. Termasuk terkait dengan ke MK karena distrust itu, kami memutuskan tidak melakukan gugatan ke MK dan juga terkait masalah yang lain," ungkapnya.