Bisnis.com, JAKARTA -- Lumpur Lapindo hadir di Inacraft 2019 yang digelar di JCC pada 24 April 2019 - 28 April 2019. Namun, Lumpur Lapindo itu muncul dalam bentuk kerajinan tangan yang memiliki nilai jual.
Semburan Lumpur Lapindo itu terjadi pada 29 Mei 2006. Lumpur itu terus menyembur tiada henti hingga menenggelamkan area sekitarnya.
Dikutip dari BBC, seorang pakar dari Australia mencatat ada 100.000 orang yang terkena dampak dari semburan Lumpur Lapindo tersebut. Kerugian ditaksir sekitar US$4,9 miliar.
Lumpur itu berasal dari wilayah kerja minyak dan gas (Migas) Brantas yang dikelola oleh Lapindo Brantas.inc.
Dalam catatan Bisnis pada Oktober 2017, gambar yang diperoleh dengan teknik geopsikis menunjukkan jaringan yang mengeluarkan lumpur terhubung ke ruang magma di dekat wilayah vulkanis Arjuni-Welirang. Jaringan itu terhubung melalui patahan sepanjang 6 kilometer di bawah permukaan.
Ahli Geologi di The Centre Earth Evolution and Dynamics CEED Universitas Oslo Adriano Mazzini mengatakan, pihaknya mendapatkan bukti kedua jaringan itu terhubung di dalam tahan.
Baca Juga
Hal itu semakin masuk akal karena penunjukkan sumber gas biasanya ditemukan dekat magma. Namun, belum ada bukti fisik kalau Lumpur Lapindo terhubung dengan Arjuno-Welirang.
Adapun, gempa yang melanda Yogyakarta sebesar 6,3 skala richter 2 hari sebelum semburan lumpur disebut menjadi dalang utamanya.
salah satu produk kerajinan yang terbuat dari lumpur lapindo dan dipamerkan di Inacraft 2019. / Oliv Grenisia
13 tahun berlalu, di Jakarta Convention Center (JCC) muncul produk kerajinan tangan dengan bahan dasar Lumpur Lapindo.
Produk-produk itu dipamerkan oleh mahasiswa Universitas Ciputra di Inacraft 2019 dengan nama produknya Kriya Karti.
Kriya Karti membuat produk dengan bahan baku dari limbah seperti, plastik daur ulang.
Khusus produk yang berbahan baku Lumpur Lapindo, mereka mengambilnya dari para pengrajin lokal di sana. Nantinya, bentuk kerajinan akan disesuikan dengan permintaan dari arsitek interior atau konsultan arsitek.
Pemilik Kriya Karti Hisyam Hilmy Bahasuan mengatakan, para pengrajinnya menggunakan bahan baku seperti, eceng gondok, tanah liat, rotan, sampai Lumpur Lapindo.
"Kami mengambil kerajinan-kerajinan dari berbagai jenis seperti, karpet, sarung bantal, pajangan, vas bunga, dan lainnya," ujarnya kepada Bisnis pada Minggu (29/04/2019).
Harga jual produk Kriya Karti mulai dari Rp35.000.
Nasib Lapindo dan Wilayah Kerja Brantas Saat ini
Sementara itu, Lapindo Brantas masih mendapatkan kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola wilayah kerja migas Brantas.
Pada pertengahan 2018, pemerintah kembali meunjuk Lapindo sebagai pengelola wilayah kerja Brantas dengan komitmen investasi 5 tahun pertama senilai US$115,55 juta dan bonus tanda tangan US$1 juta.
Kontrak baru wilayah kerja itu menggunakan bagi hasil kotor yakni, kontraktor akan menerima sebesar 47%, sedangkan pemerintah sebesar 52% utnuk produk gas.
Dengan begitu, Lapindo akan tetap mengebor migas di wilayah Brantas hingga 20 tahun ke depan.
Di sana, Lapindo Brantas akan mengelola Brantas bersama dua mitranya yakni, PT Prakarsa Brantas dan PT Minarak Brantas. Lapindo berstatus sebagai operator dengan jumlah kepemilikan sebesar 50%.
Dalam catatan Bisnis pada 2018, SKK Migas mencatat masyarakat sekitar Brantas sudah mendukung adanya pengeboran migas. Studi seismik yang diminta juga sudah beres meskipun itu bukan syarat wajib untuk perpanjangan kontrak.