Kabar24.com, JAKARTA — Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan meminta keterangan dari Direktur Pengadaan Strategis 2 PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Supangkat Iwan Santoso, Kamis (25/4/2019).
Iwan diminta bersaksi terkait kasus dugaan suap proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Riau-1 yang menjerat direktur Utama PT PLN, Sofyan Basir.
"Dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi untul tersangka SFB [Sofyan Basir]," ujar Juru bicara KPK Febri Diansyah dalam pesan singkat, Kamis (25/4/2019).
Dalam fakta persidangan atas terdakwa mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni M. Saragih, nama Iwan Supangkat memang kerap disebut-sebut. Hal itu juga tertuang dalam surat dakwaan Eni.
Dalam surat dakwaan tersebut, Iwan pernah bersama-sama Sofyan Basir dan Eni M. Saragih bertemu dengan pengusaha sekaligus pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johanes Budisutrisno Kotjo guna membahas progress proyek PLTU Riau-1.
Selain Iwan, KPK juga memanggil para saksi lainnya untuk tersangka Sofyan Basir. Mereka adalah Direktur Utama PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Iwan Agung Firstantara; Direktur Operasi PT PJB Investasi, Dwi Hartono; dan Direktur Utama PT PJB Investasi Gunawan Yudi Hariyanto.
Kemudian, Plt Direktur Operasional PT PLN Batubara, Djoko Martono serta Kepala Divisi IPP PT PLN, Muhammad Ahsin Sidqi.
"Mereka juga dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi SFB," kata Febri.
Sehari setelah pengumuman tersangka Sofyan Basir, KPK memang bergerak cepat untuk memanggil saksi terkait kasus ini. Kemarin, lembaga antirasuah sudah memeriksa staf tenaga ahli Eni M. Saragih bernama Tahta Maharaya.
"Dalam pemeriksaan, penyidik mengonfirmasi pengetahuan saksi terkait penerimaan uang oleh Eni Saragih dari Johannes Kotjo," ujar Febri.
Tahta Maharaya tak lain adalah keponakan Eni, yang dalam fakta persidangan disebut sebagai perantara penerima uang dari sejumlah pengusaha untuk Eni Saragih.
Sebagian penerimaan uang itu digunakan untuk kontestasi Pilkada Temanggung yang diikuti suami Eni, M. Al Khadziq.
Dalam perkara ini, Sofyan Basir diduga menerima hadiah atau janji bersama dengan Eni Maulani Saragih dan eks Sekjen Golkar Idrus Marham dari Johannes B. Kotjo.
KPK menduga Sofyan Basir menerima janji fee proyek dengan nilai yang sama dengan Eni M. Saragih dan Idrus Marham.
Eni terbukti menerima suap Rp4,75 miliar, sedangkan Idrus Marham senilai Rp2,25 miliar.
Dalam kontruksi perkara, KPK menduga Sofyan Basir memerintahkan salah satu direktur di PLN guna segera merealisasikan power purchase agreement (PPA) antara PT PLN, Blackgold Natural Resources Ltd dan CHEC selaku investor.
Tak hanya itu, Sofyan juga diduga meminta salah satu direkturnya untuk berhubungan langsung dengan Eni Saragih dan Johannes B. Kotjo.
KPK juga menyangka Sofyan meminta direktur di PLN tersebut untuk memonitor terkait proyek tersebut lantaran ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek PLTU Riau-1.
Atas perbuatannya, Sofyan Basir disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP junctoPasal 64 ayat (1) KUHP.