Bisnis.com, JAKARTA - Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA), dua negara yang berkoalisi melawan pasukan Houthi, akan memberi bantuan kemanusiaan senilai US$200 juta atau sekitar Rp2,8 triliun untuk Yaman selama bulan suci Ramadan.
"Saudi dan Emirat bekerja dengan kelompok-kelompok kemanusiaan untuk mendistribusikan bantuan ke daerah-daerah yang dikendalikan oleh kedua belah pihak dalam konflik empat tahun," kata Menteri Negeri untuk Kerja Sama Internasional UEA Reem al-Hashimy seperti dikutip Reuters, Selasa (9/4/2019).
Bantuan tersebut merupakan bagian dari program bantuan pangan senilai US$500 juta yang diumumkan kedua negara pada November lalu.
UEA memainkan peran penting dalam konflik yang melanda Yaman. Negara tersebut bersama koalisi militer Arab Saudi melakukan intervensi pada 2015 untuk melawan kelompok Houthi yang didukung Iran. Upaya intervensi ini dilakukan untuk mengembalikan kekuasan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi yang diakui secara internasional.
Sejak April 2015 sampai Desember 2018, UEA telah menggelontorkan bantuan senilai US$5,41 miliar (Rp76,4 triliun) guna mendukung bantuan pangan, pasokan energi, dan layanan kesehatan bagi penduduk Yaman yang terdampak konflik bersenjata tersebut. Salah satu organisasi yang menerima bantuan terbesar adalah Program Pangan Dunia (WFP) dengan nominal US$287 juta.
Perang Yaman yang bergulir sejak 4 tahun lalu telah menewaskan puluhan ribu orang, sebagian dari korban meninggal akibat serangan udara pasukan koalisi. Selain korban nyawa, konflik berkepanjang ini pun mengakibatkan 10 juta penduduk Yaman berada di ambang kelaparan akibat akses terhadap pangan yang terbats. Jumlah penderita kolera di negara yang terletak di selatan Saudi ini bahkan menempati peringkat ketiga terbanyak di dunia.
Pada Desember 2018, pihak-pihak yang bertikai mencapai kesepakatan dalam perundingan damai yang dipimpin oleh AS untuk gencatan senjata. Pasukan koalisi dan Houthi juga sepakat untuk menarik pasukan dari pelabuhan Laut Merah Hodeidah, jalur utama distribusi bahan bakar dan makanan bagi penduduk Yaman.
Gencatan senjata sebagian besar telah dilakukan, namun penarikan pasukan terhenti karena karena krisis kepercayaan di antara kedua pihak. Aksi kekerasan pun masih berlanjut di kawasan Yaman yang tidak tunduk pada gencatan senjata.