Bisnis.com, JAKARTA -- Tata kelola perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi sorotan menyusul masih adanya petinggi di perusahaan pelat merah yang terlibat kasus korupsi.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yuris Rezha mengatakan melihat fenomena beberapa BUMN yang terjerat kasus korupsi, seharusnya ada perhatian dari perusahaan pelat merah untuk meningkatkan perbaikan tata kelola.
"[Perbaikan tata kelola] Khususnya dalam hal pengerjaan proyek infrastruktur serta untuk mengantisipasi tindak pidana suap para pegawainya," ujarnya, Minggu (24/3/2019).
Hal itu sekaligus menanggapi terjeratnya Direktur Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) Wisnu Kuncoro. Dia ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di perusahaan baja itu, Sabtu (23/3).
Wisnu terjaring operasi tangkap tangan di rumahnya yang berada di kawasan BSD City, Tangeran Selatan, dengan barang bukti uang senilai Rp20 juta.
Yuris mengaku heran tindak pidana korupsi masih terjadi di BUMN, meski KPK sudah sejak lama mendorong BUMN agar berintegritas. Salah satunya, melalui penerapan Good Corporate Governance (GCG).
"BUMN, khususnya yang sudah terjerat kasus korupsi, perlu melakukan evaluasi internal. Kaitannya apakah prinsip GCG sudah diterapkan secara maksimal [atau belum]," tuturnya.
Selain itu, lanjut Yuris, hal ini sebenarnya sudah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategis Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK). Dalam dokumen itu salah satu fokusnya adalah penerapan sistem manajemen anti suap, baik di pemerintahan maupun sektor swasta termasuk BUMN.
Wisnu bukan satu-satunya tersangka dari kalangan BUMN yang dijerat KPK dalam sebulan terakhir. Sebelumnya, Manajer Wilayah II PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. yang juga Manajer Divisi Operasi I, I Ketut Suarbawa, sudah lebih dulu berstatus sama.
Praktik Kongkalikong
Baik kasus Wisnu maupun Suarbawa dinilai sangat kental dengan praktik kongkalikong.
Suarbawa misalnya, diduga menerima suap senilai Rp1 miliar atau 1% dari nilai kontrak dalam kasus korupsi pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan pembangunan Jembatan Waterfront City atau Jembatan Bangkinang Tahun Anggaran 2015-2016 di Kabupaten Kampar, Riau.
Dia bersama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pembangunan Jembatan Waterfront Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Kampar bernama Adnan diduga melakukan kongkalikong atas proyek yang menelan anggaran Rp117,68 miliar itu. Total nilai kerugian akibat korupsi ini ditaksir mencapai Rp139,2 miliar.
Sementara itu, Wisnu diduga menerima suap terkait kebutuhan barang dan peralatan di KRAS, masing-masing bernilai Rp24 miliar dan Rp2,4 miliar.
Awalnya, Wisnu menyetujui tawaran dari pihak swasta bernama Alexander Muskitta terkait penunjukan secara langsung rekanan untuk pengadaan barang dan jasa tersebut. Rekanan itu adalah PT Grand Kartech dan Group Tjokro.
Wisnu baru mendapat Rp20 juta dari kesepakatan commitment fee dengan rekanan senilai 10% dari nilai kontrak. Adapun sebagian uang dari kedua rekanan sudah dialirkan kepada Alexander, yaitu senilai Rp50 juta, Rp45 juta, dan US$4.000.
Harus Tegas
KPK selalu menyesalkan adanya pejabat di perusahaan BUMN yang terjerat kasus korupsi. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengingatkan agar BUMN menerapkan prinsip kehati-hatian yang lebih baik dibandingkan dengan sektor swasta.
Di samping itu, seharusnya ada sikap tegas di kepemimpinan BUMN untuk menerapkan GCG.
Dalam kasus teranyar ini, manajemen KRAS mengaku prihatin ketika salah satu direkturnya terjerat korupsi di tengah gencarnya upaya pembenahan internal dan perbaikan kinerja perseroan dengan mengedepankan profesionalisme dan tata kelola perusahaan yang baik di segala bidang.
"Tidak ada satupun kebijakan perusahaan yang mendukung adanya praktik-praktik yang tidak sesuai dengan tata kelola perusahaan yang baik," tegas Direktur Utama KRAS Silmy Salim dalam keterangan resminya, Minggu (24/3).
KRAS menghormati dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum yang berjalan kepada KPK. Perseroan juga akan kooperatif dalam pengusutan kasus ini.
"Kami berharap ini menjadi titik tolak positif untuk mendukung KS bersih dalam proses transformasi bisnis yang sedang kami jalankan," tambahnya.