Kabar24.com, JAKARTA — Jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Pelaksana tugas Ketua Umum Partai Golkar Idrus Marham selama 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta.
Jika dibandingkan dengan tuntutan yang pernah diajukan oleh jaksa KPK terhadap mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih yang saat itu dituntut 8 tahun dan denda Rp300 juta, tuntutan terhadap Idrus itu lebih rendah.
Padahal, dalam kasus suap dan gratifikasi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1, Eni Maulani Saragih selalu menyebut dirinya menjalankan tugas dari partainya.
Saat pembahasan proyek, awalnya Eni Saragih diminta Ketua Umum Partai Golkar saat itu, Setya Novanto untuk membantu pengusaha dan pemilih Blackgold Natural Resource, Johanes Budisutrisno Kotjo bertemu dengan sejumlah pejabat di lingkungan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Posisi Eni Saragih saat itu sebagai Wakil Ketua Komisi VII DPR yang menjadi mitra kerja PLN.
Ketika Setya Novanto terjerat kasus hukum korupsi proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik (KTP El), Idrus Marham ditunjuk sebagai pelaksana tugas.
Sejak itulah, Eni Saragih melapor perkembangan proyek PLTU Riau-1 kepada Idrus Marham. Eni menyampaikan kepada Idrus akan mendapatkan fee dari Johanes Budisutrisno Kotjo untuk mengawal proyek PLTU Riau-1.
Merujuk pada dakwaan yang dibuat KPK, Idrus Marham pernah memerintahkan Eni Saragih meminta uang kepada Johanes Kotjo untuk keperluan penyelenggaran Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar.
Jumlah uang yang diminta sebesar US$2,5 juta. Atas permintaan itu, Johanes Kotjo memberikan uang Rp2 miliar kepada Idrus Marham dan Eni Saragih saat bertemu di kantor Johanes Kotjo.
Eni Saragih saat ini sudah divonis 6 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.