Kabar24.com, JAKARTA — Penasihat hukum bekas Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin-Rachmatika Dewi Yustitia Iqbal menilai Komisi Pemilihan Umum belum mengatur mekanisme Pilwalkot Makassar ulangan yang menjamin hak konstitusional warga negara.
KPU telah menerbitkan PKPU No. 13/2018 tentang Perubahan atas PKPU No. 14/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota dengan Satu Pasangan Calon. Beleid tersebut merupakan turunan dari UU No. 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).
Pasal 54D ayat (2) UU Pilkada mengamanatkan kontestan tunggal yang kalah dari kotak kosang boleh mencalonkan diri kembali dalam ‘pemilihan berikutnya’. Dalam PKPU 13/2018, frasa 'pemilihan berikutnya' telah dimaknai sebagai pemilihan serentak periode berikutnya.
Dengan demikian, Pilwalkot Makassar 2018 yang dimenangi oleh kotak kosong baru akan digelar pada pilkada serentak edisi 2020. Namun, pengaturan pilkada ulangan tersebut digugat konstitusionalitasnya oleh Munafri-Rachmatika ke Mahkamah Konstitusi.
Gugum Ridha Putra, kuasa hukum Munafri-Rachmatika, menilai PKPU 13/2018 masih mengandung sifat multitafsir, terutama terkait frasa ‘pemilihan berikutnya’ turunan UU Pilkada. Sebab, menurut dia, tidak ada jawaban apakah peserta pemilihan tersebut adalah kontestan tunggal melawan kotak kosong untuk kedua kalinya atau pemilihan baru.
"Kesimpangsiuran ketentuan ini meskipun terkesan hal teknis, bukanlah persoalan teknis implementasi suatu UU, tetapi jelas persoalan normatif konstitusional sebab berkaitan langsung dengan pemenuhan hak konstitusional," ujarnya dalam sidang perbaikan permohonan uji materi UU Pilkada di Jakarta, Senin (4/3/2019).
Jika KPU menafsirkan pemilihan baru, Gugum menilai hak konstitusional kliennya akan dirugikan karena harus mengulang semua proses pencalonan dari awal. Dalam proses tersebut tidak tertutup kemungkinan Munafri-Rachmatika gagal lolos verifikasi.
Dalam petitumnya kepada MK, pemohon meminta frasa 'pemilihan berikutnya' pada Pasal 54D ayat (2) dan ayat (3) UU Pilkada dimaknai pemilihan ulangan antara kontestan tunggal dengan kotak kosong. Jika dikabulkan, tercipta pertarungan Munafri-Rachmatika versus kotak kosong jilid II dalam Pilwalkot Makassar 2020.
Gugatan UU Pilkada merupakan upaya hukum kedua di MK yang dimanfaatkan oleh Munafri-Rachmatika setelah kekalahannya dari kotak kosong. Pada sengketa pilkada tahun lalu, pasangan tersebut menggugat KPU Makassar.
Namun, MK menolak permohonan karena selisih suara Munafri-Rachmatika dengan kotak kosong lebih dari 0,5% dari total suara sah. Berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan suara, kotak kosong dicoblos 300.795 pemilih Makassar, berbanding 264.245 suara yang didapat Munafri-Rachmatika.
Selisih sebanyak 36.550 suara itu setara dengan 6,46% dari total suara sah.