Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Filipina Rodrigo Duterte turut berpartispasi dalam upaya pembebasan WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf setelah pemerintah setempat menyatakan tak akan memenuhi tuntutan tebusan dari para penyandera.
Berdasarkan koordinasi yang dilakukan KBRI Manila dengan otoritas terkait di Filipina, sejauh ini intelijen West Mindanao Command (Westmincom) masih melakukan pengejaran terhadap kelompok Abu Sayyaf.
Selain usaha pengejaran, Presiden Rodrigo Duterte juga telah bertemu dengan pimpinan Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF), Nur Masruri pada 22 Februari lalu. Dalam pertemuan tersebut, Duterte mendesak MNLF membantu proses pembebasan sandera asing, termasuk WNI.
"Desakan tersebut dilakukan karena sebagian anggota ASG [kelompok Abu Sayyaf] merupakan eks anggota MNLF dan Nur Misuari sebelumnya pernah membantu pembebasan sandera ASG," ungkap Duta Besar Indonesia untuk Filipina, Sinyo Harry Sarundajang dalam keterangan yang diterima Bisnis, Senin (25/2/2019).
Dua warga Indonesia asal Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Heri Ardiansyah dan Hariadin disandera oleh kelompok Abu Sayyaf di perairan Sandakan, Sabah, Malaysia pada 5 Desember 2018 lalu. Mereka diculik bersama seorang warga Malaysia bernama Abdulla Jari.
Kabar penyanderaan ketiganya mendapat perhatian publik setelah sebuah video amatir penyanderaan mereka beredar di media sosial. Dalam video yang sempat diunggah oleh akun Facebook Kim Hundin pada 14 Februari lalu itu, Heri dan Hariadin yang ditutup kedua matanya dengan kain tampak dikelilingi lima orang bersenjata. Salah satu penyandera bahkan menodongkan parang ke leher WNI di video itu
Berdasarkan pemberitaan The Straits Times, Jumat (22/2/2019), kelompok yang bermarkas di Filipina Selatan itu dilaporkan menuntut tebusan senilai 700 ribu dolar Singapura atau Rp7,2 miliar sebagai syarat pembebasan mereka.
Meski menerima ancaman demikian, Sarundajang mengungkapkan bahwa pihak KBRI telah memperoleh kepastian bahwa aparat Filipina bakal mengerahkan upaya terbaik untuk membebaskan para sandera dengan tetap memegang prinsip tak membayar tebusan.
"Istana Kepresidenan Malacanang, melalui Juru Bicara Kepresidenan Salvador Panelo juga menyampaikan pernyataan pers terkait kebijakan pemerintah Filipina mengenai ‘no ransom policy’ dalam pembebasan sandera. Ditegaskan bahwa pihak keamanan Filipina akan melakukan upaya terbaik untuk membebaskan sandera tanpa perlu adanya uang tebusan," ujar Sarundajang.
"Panelo menggarisbawahi bahwa pemberian uang tebusan akan memicu berulangnya peristiwa penculikan serta memberikan peluang pihak ASG untuk membeli persenjataan," sambungnya.
Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Luar Negeri Indonesia, penyanderaan terhadap Heri Ardiansyah dan Hariadin merupakan aksi penculika ke-11 yang dilakukan kelompok Abu Sayyaf terhadap WNI. Sampai penhujung 2018, total terdapat 36 WNI yang disandera, 34 di antaranya telah bebas sementara dua sisanya masih dalam proses pembebasan.