Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gubernur Lemhanas Kritik TNI: Masih Terjebak Masa Lalu, Terlalu Fokus ke Dalam Negeri

Purnawirawan jenderal yang pada masanya dikenal sebagai salah satu jenderal kritis ini menyebutkan bahwa reformasi tersendat karena TNI terlalu fokus pada masalah dalam negeri.
Prajurit TNI melakukan apel jelang debat pertama Pilpres 2019 di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan
Prajurit TNI melakukan apel jelang debat pertama Pilpres 2019 di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA - Kritikan tajam terhadap TNI dilontarkan Gubernur Lemhanas Letnan Jenderal (Purnawirawan) Agus Widjojo.

Purnawirawan jenderal yang pada masanya dikenal sebagai salah satu jenderal kritis ini menyebutkan bahwa reformasi tersendat karena TNI terlalu fokus pada masalah dalam negeri.

Padahal, menurut Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional ini, fungsi utama militer adalah menangkal ancaman dari luar negeri. “Masih ada pola pikir yang tersisa dari masa lalu,” kata Agus kepada Tempo, ketika ditemui di ruang kerjanya.

Menurut Agus, ancaman dari dalam negeri saat ini umumnya merupakan pelanggaran hukum yang harus ditangani penegak hukum. Sedangkan TNI tidak mendapat mandat dari konstitusi untuk menjadi penegak hukum. TNI, kata Agus, hanya bisa membantu menangani masalah dalam negeri berdasarkan keputusan politik presiden.

Agus adalah salah seorang perumus konsep reformasi TNI pada dua dekade silam. Konsep yang dinamai “Paradigma Baru TNI” itu menghapus dwifungsi tentara yang di era Orde Baru mencaplok ranah politik. TNI kemudian ditugasi berfokus menjaga pertahanan negara dan hal lain yang diatur dalam UU TNI.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, dalam rapat pimpinan TNI pekan lalu, meminta agar perwiranya direkrut oleh kementerian, lembaga, dan perusahaan negara.

Hadi berdalih bahwa perwira TNI memiliki kualifikasi untuk menduduki kursi birokrat. Namun sejumlah kalangan menilai rencana panglima itu merupakan upaya untuk mengatasi masalah penumpukan jenderal tanpa jabatan.

Menurut Agus, Panglima TNI semestinya tidak mengatasi masalah penumpukan jenderal dengan mengabaikan kepentingan para birokrat yang memiliki jenjang karier sendiri.

Lagi pula, kata Agus, jabatan untuk personel TNI harus diseleksi agar sejalan dengan fungsi utama tentara dalam menjaga ancaman dari luar negeri.

Agus juga mengkritik otoritas sipil yang kurang percaya diri sehingga berusaha mengundang kembali tentara ke dalam sejumlah kegiatan non-pertahanan.

Tempo mencatat sejumlah upaya melibatkan kembali TNI dalam urusan sipil. Misalnya, revisi Undang-Undang Terorisme pada pertengahan tahun lalu memberi porsi kepada tentara untuk ikut memberantas terorisme. Selain itu, ada puluhan perjanjian kerja sama antara TNI dan sejumlah lembaga sipil.

Menurut Agus, ada beberapa cita-cita reformasi TNI yang belum tercapai, antara lain menjadikan TNI sebagai organisasi di bawah Kementerian Pertahanan. Panglima TNI, kata dia, hingga kini masih bertanggung jawab langsung kepada presiden.

Agus pun mengkritik semakin kuatnya peran bintara pembina desa.

“Mereka dilibatkan dalam pencetakan sawah. Apakah itu tidak meninggalkan tugas pokok TNI?” kata Agus, yang juga mantan Kepala Staf Teritorial TNI—jabatan yang dihapus saat reformasi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : JIBI
Editor : Saeno
Sumber : TEMPO.CO

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper