Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK)menuturkan kekhawatiran meningkatnya suara golongan putih (golput) kecil dalam Pemilu 2019. Pasalnya, kedua pasangan calon bersaing dengan ketat memenangkan suara pemilih.
"Golput itu [meningkat] kalau pencoblosan dekat hari libur," kata Jusuf Kalla di Jakarta, Rabu (6/2/2019).
Jusuf Kalla meyakini pilpres 2019 akan diikuti oleh sebagian besar masyarakat. Jusuf Kalla menyebut dalam sejarah pemilu di Indonesia partisipasi pemilih mencapai 65%-70%.
"Bukan soal libur atau tidak [sehingga peningkatan golput] karena Kamis masih kerja," kata Jusuf Kalla.
Jusuf Kalla menyebutkan di Indonesia Golput merupakan sebuah hak. Sehingga pilihan untuk datang atau tidak datang ke tempat pemilihan suara (TPS) menjadi sebuah pilihan.
"Ini berbeda dengan Australia di mana menjadi kewajiban. Tidak datang maka didenda. [Di Indonesia] Golput tidak melanggar apa-apa," kata Jusuf Kalla.
Sebelumnya, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengatakan bahwa memilih adalah hak publik dan semua orang bebas berpendapat.
“Tetapi kalau menghalang-halangi orang menggunakan hak pilih itu pelanggaran hukum,” kata Wahyu.
Berdasarkan pasal 531 Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tertulis bahwa setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan menghalangi seseorang untuk memilih, membuat kegaduhan, atau mencoba menggagalkan pemungutan suara dipidana paling lama 4 tahun dan denda maksimal Rp48 juta.
Wahyu menjelaskan bahwa KPU tidak terlalu khawatir dengan dekalarasi tidak memilih apabila selama pemilu berjalan dengan baik.
“Misalnya peserta pemilu berkampanye sebagaimana mestinya yang mengedukasi pemilih. KPU juga bekerja untuk melakukan sosialisasi dan pendidikan pemilih ke masyarakat,” tukas Wahyu.
Jika itu terus dilakukan bersama-sama, KPU yakin tingkat partisipasi politik akan tinggi sesuai dengan target, yaitu 77,5%.