Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini , Jumat (25/1/2019), menjadwalkan pemeriksaan kepada Mendagri Tjahjo Kumolo terkait kasus dugaan suap proyek perizinan Meikarta, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Sebelumnya, nama Tjahjo memang terseret saat persidangan tersangka Bupati nonaktif Bekasi Neneng Hasanah Yasin di pengadilan Tipikor, Bandung, Jawa Barat.
Tjahjo Kumolo, menurut penuturan Neneng Hasanah kala itu, meminta tolong kepada dirinya melalui sambungan telepon untuk membantu pengurusan perizinan Meikarta.
"Hari ini Mendagri Tjahyo Kumolo, diagendakan sebagai saksi untuk NHY (Neneng Hasanah Yasin)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Jumat (26/1/2019).
Mendagri Tjahjo memenuhi panggilan KPK untuk diminta keterangan sebagai saksi. Dia menyatakan siap kooperatif untuk menjelaskan berdasarkan sepengetahuannya termasuk soal permintaan bantuan perizinan Meikarta melalui telepon tersebut.
"Ya, nanti baru ditanyakan. Benar [menelepon] tapi dalam rapat terbuka. Sudah, ya, nanti dijelaskan," katanya saat tiba di Gedung KPK pukul 10.00 WIB.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan sejumlah tersangka yakni sebagai pihak penerima Bupati nonaktif Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi.
Selain itu tersangka sebagai pihak pemberi yaitu Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi dan Fitra Djaja Purnama, pegawai Lippo Group Henry Jasmen. Mereka tengah menjalani proses persidangan.
Pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek Meikarta seluas total 774 hektare diduga dibagi ke dalam tiga fase, yakni fase pertama 84,6 ha; fase kedua 252,6 ha; dan fase ketiga 101,5 ha.
Berdasarkan dugaan KPK, pemberian dalam perkara ini sebagai bagian dari komitmen fee proyek pertama dan bukan pemberian pertama dari total komitmen Rp13 miliar melalui Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Pemadam Kebakaran, dan DPM-PTT.
Pihak yang diduga penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Adapun khusus untuk Jamaludin, Sahat MBJ Nahor, Dewi Tisnawati, dan Neneng Rahayu disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, pihak pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf aatau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Ancaman pidana untuk penerimaan suap atau gratifikasi sangat tinggi yaitu maksimal 20 tahun atau seumur hidup (Pasal 12 a, b atau Pasal 12 B).