Bisnis.com, JAKARTA — Berdasarkan hasil survei Charta Politica, Banten dan DKI Jakarta menjadi salah satu tempat yang menunjukkan pelemahan elektabilitas pasangan Capres-Cawapres nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin dibandingkan Capres-Cawapres nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga.
Survei tersebut menunjukkan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf di kedua provinsi tersebut yang tadinya 60,6% pada bulan April, turun drastis di bulan Oktober menjadi 39,4% dan berakhir naik 44,4% pada Desember, walau tetap di bawah penantangnya.
Sedangkan elektabilitas Prabowo-Sandiaga di DKI Jakarta dan Banten, justru terus mengalami tren positif dari yang tadinya 30,9% di bulan April, menjadi 43,5% di bulan Oktober, berlanjut ke angka 45,6% di bulan Desember.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin berpendapat, hal ini disebabkan faktor basis pemilih rasional yang dominan dari kedua daerah tersebut.
"Pemilih DKI Jakarta sangat rasional. Dan pemilih di Banten juga sama, rasional," jelas Ujang kepada Bisnis, Minggu (20/1/2019).
Oleh sebab itulah, pria yang juga Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) ini menilai faktor-faktor minor seperti penampilan fisik kandidat, representasi latar belakang sosial kandidat, atau asal kandidat sebagai putra daerah, kurang begitu berpengaruh daripada hal-hal substansial. Misalnya, terkait arah kebijakan dan kinerja dari masing-masing kandidat.
"Pemilih rasional akan cenderung memilih berdasarkan logika rasionalnya. Bukan berdasarkan emosional," ungkap pria kelahiran Subang, Jawa Barat, 9 Agustus 1981 ini.
"Karena pada dasarnya pemilih [rasional] akan memilih calon presiden dan wakilnya berdasarkan keuntungan yang akan didapatkannya. Jika tidak menguntungkan, maka tidak akan dipilih," tambahnya.
Oleh sebab itu, pria yang kini menjalani kesibukan sebagai Staf Khusus Ketua DPR RI ini menjelaskan, elektabilitas pihak Joko Widodo sebagai petahana akan begitu fluktuatif di daerah dengan basis pemilih rasional.
"Bisa saja karena kerja-kerja Jokowi selalu incumbent [petahana] belum terlalu dirasakan oleh masyarakat di DKI Jakarta dan Banten," ujarnya menanggapi keoknya elektabilitas Jokowi-Ma'ruf di Banten dan DKI Jakarta.
Ujang pun membenarkan bahwa pemilih rasional begitu peka dengan adanya momem-momen politis dari para kandidat, terutama calon petahana. Maka, elektabilitas kedua pasangan calon di DKI Jakarta dan Banten dirasa sanggup menjadi indikator, apakah langkah yang diambil dinilai positif atau justru dianggap blunder.
"Karena gampang jika ingin menilai incumbent [petahana]. Lihat saja kinerja-kinerja dan kebijakan-kebijakannya. Jika kinerja dan kebijakannya diapresiasi masyarakat, maka elektabilitanya [di Banten dan DKI Jakarta] akan bagus. Begitu juga sebaliknya," jelas Ujang.
"Pertarungan untuk meraih simpati masyarakat DKI dan Banten masih 3 bulan lagi. Masih banyak waktu, dan dalam 3 bulan semuanya masih bisa berubah. Incumbent hanya perlu mengkampanyekan keberhasilan-keberhasilan kinerja dan kebijakan-kebijakannya yang bisa dirasakan oleh masyarakat di kedua provinsi tersebut," tutupnya.