Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM Cahyo R. Muzhar selaku anggota Satuan Tugas Montara mengatakan Indonesia terbuka pada opsi pengadilan internasional untuk menyelesaikan kasus tumpahan minyak Montara.
Opsi tersebut bisa diambil apabila negosiasi dengan The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production (PTTEP) Australasia yang mengoperasikan pengeboran minyak lepas pantai Montara tidak menemukan jalan keluar.
"Kalau memang pembicaraan sulit diwujudkan, ya tentunya ada opsi lain. Melalui opsi pengadilan tetap terbuka, opsi internasional tribunal juga mungkin," jelas Cahyo.
Cahyo menyebutkan bahwa pihaknya saat ini tengah mengajukan permintaan ke Pemerintah Australia untuk bekerja sama membuka ruang mediasi dengan PTTEP Australasia.
Ia juga menegaskan bahwa proses pengadilan bukan berarti hubungan negara memburuk, hal tersebut merupakan salah satu cara yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan sengketa.
"Saya ingin klarifikasi, jika dua negara punya masalah di pengadilan, bukan berarti hubungan kedua negara buruk. Itu hanya salah satu upaya penyelesaian jika dialog bilateral tidak membuahkan hasil," tegas Cahyo.
Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) sebelumnya pernah menggugat PTTEP dan afiliasinya karena diduga mencemari perairan di Nusa Tenggara Timur akibat bocornya minyak mentah dari unit pengeboran di Montara.
Besar gugatan yang diajukan pemerintah sejumlah Rp27,4 triliun yang terdiri dari dua komponen. Adapun komponen tersebut mencakup ganti rugi kerusakan lingkungan sebesar Rp23 triliun dan biaya untuk pemulihan kerusakan lingkungan sebesar Rp4,4 triliun.
Namun gugatan tersebut ditarik kembali karena terdapat revisi dokumen mengenai nilai gugatan. Untuk saat ini, Satgas Montara ingin memfokuskan pada penunaian tanggung jawab dari PTTEP Australasia bagi korban tumpahan minyak.