Bisnis.com, JAKARTA – Perintah Mahkamah Agung Korea Selatan agar Mitsubishi Heavy Industries Ltd memberikan kompensasi kepada sepuluh pekerja paksa Negeri Ginseng saat Perang Dunia II menuai reaksi keras dari Pemerintah Jepang.
Putusan tersebut serupa dengan putusan Mahkamah Agung (MA) Korea Selatan (Korsel) terhadap perkara perusahaan Jepang lainnya, Nippon Steel & Sumitomo Metal Corp, terkait kompensasi terhadap orang-orang yang menjadi pekerja paksa perusahaan tersebut pada masa perang.
Reuters melansir Kamis (29/11/2018), putusan ini juga mengukuhkan putusan pengadilan pada 2013 yang memerintahkan Mitsubishi membayar 80 juta won, sekitar Rp1 miliar, kepada lima pekerja paksa atau keluarga mereka sebagai kompensasi.
Secara terpisah, ada pula putusan yang memerintahkan Mitsubishi membayar hingga 150 juta won untuk lima pekerja paksa lainnya.
Mitsubishi menyatakan putusan itu sangat disesalkan dan akan membicarakannya dengan Pemerintah Jepang. Adapun Menteri Luar Negeri (Menlu) Jepang Taro Kono mengatakan putusan tersebut tidak dapat diterima.
“Putusan itu merusak fondasi hukum atas hubungan yang kooperatif dan bersahabat,” tuturnya.
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Jepang pun memanggil Duta Besar (Dubes) Korsel untuk memberikan keluhan resmi.
Tokyo juga meminta Pemerintah Korsel untuk mengambil langkah khusus untuk mengatasi masalah ini atau akan mempertimbangkan berbagai opsi lain, termasuk membawanya ke pengadilan internasional.
Seoul membalas dengan menyampaikan penyesalannya atas reaksi keras dari Jepang serta memanggil Dubes Jepang dan meminta Pemerintah Jepang menahan diri.
“Kami akan memberikan pernyataan yang bisa menyembuhkan sakit dan luka para korban, tapi juga menjaga hubungan baik dengan Jepang di masa depan,” papar Juru Bicara Kemenlu Korsel Roh Kyu-deok.
Meski demikian, Kemenlu Korsel menegaskan pihaknya harus menghormati putusan hukum.
Pada 1910-1945, Jepang menduduki Semenanjung Korea. Pada masa itu, banyak warga Korsel dijadikan pekerja paksa dan wanita penghibur.
Hubungan kedua negara membaik setelah dilakukan kesepakatan diplomatik pada 1965.
Namun, MA Korsel mengatakan kesepakatan ini tidak menghilangkan hak-hak para korban untuk mendapat kompensasi atas kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan perusahaan Jepang, yang terkait langsung dengan pendudukan ilegal Pemerintah Jepang.
Adapun Mitsubishi Heavy Industries adalah perusahaan teknik, listrik, dan elektronik multinasional yang bermarkas di Tokyo.