Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap Melvin, Tina Toon, Windu dan penyanyi menjadi kode dalam kasus dugaan suap perizina proyek Meikarta.
KPK menduga kode-kode tersebut merupakan nama samaran untuk sejumlah pejabat Pemerintah Kabupaten Bekasi dan pihak terkait dalam kasus ini.
“Beberapa pejabat di tingkat dinas dan pihak terkait berkomunikasi membahas proyek tidak memanggil dengan nama asli, mereka menyapa dengan kode masing-masing,” kata juru bicara KPK, Febri Diansyah di kantornya, Senin (15/10/2018).
Febri menuturkan kode tersebut sengaja dipakai untuk menyamarkan pembicaraan mengenai proyek dan menyembunyikan identitas asli pelaku. Namun, menurut dia, KPK tak mudah dikelabui.
“Kami punya pengalaman panjang menangani banyak kasus korupsi yang memakai kata sandi,” tuturnya.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan empat pejabat di Pemerintah Kabupaten Bekasi sebagai tersangka penerima suap terkait perizinan proyek Meikarta. Keempat pejabat itu yakni, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Jamaludin; Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat MBJ Nahor; Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Dewi Tisnawati dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi.
KPK menyangka lima pejabat Pemkab Bekasi itu menerima komitmen fee sebanyak Rp 13 miliar terkait pengurusan izin proyek pembangunan Meikarta tahap 1. Pemberian uang yang sudah terealisasi berjumlah Rp 7 miliar.
KPK menyatakan para pejabat daerah tersebut menerima komitmen fee dari Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, konsultan Lippo Group Taryudi dan Fitra Djaja Purnama serta pegawai Lippo Group Henry Jasmen. KPK menduga Billy adalah orang yang memerintahkan Taryudi, Fitra dan Henry untuk memberikan komitmen fee tersebut.
Terungkapnya kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan yang digelar KPK di Bekasi dan Surabaya pada 14 Oktober hingga 15 Oktober 2018. Dalam operasi senyap itu KPK menangkap 10 orang serta menyita uang SGD 90 ribu dan Rp 513 juta.