Bisnis.com, JAKARTA -- Sjamsul Nursalim, salah satu pengusaha Indonesia yang namanya disebut dalam dakwaan Syafruddin Arsyad Temenggung, terdakwa kasus Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), masih dipertanyakan keberadaannya.
Pada Jumat (14/9/2018), kuasa hukum Sjamsul, Maqdir Ismail hanya mengatakan kliennya tersebut lebih sering tinggal di Singapura.
Bahkan, Maqdir mengaku jarang berkomunikasi dengan Sjamsul Nursalim, melainkan dengan keponakannya.
"Komunikasi dengan Nursalim jarang, dengan keponakannya masih suka komunikasi," ujar Maqdir Ismail di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (14/9/2018).
Lantas, di manakah sebenarnya Sjamsul Nursalim?
Seperti diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah mengirimkan surat panggilan kepada Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim.
Namun, tidak ada keterangan lebih lanjut terkait keberadaan Sjamsul. Justru, Maqdir Ismail mempertanyakan, apakah surat dari KPK tersebut sampai ke tangan kliennya.
"Pertanyaannya suratnya nyampe ke mana? Siapa yang terima suratnya? Selama ini Pak Nursalim kan tinggal di Singapura? Disampaikan ke kedutaan apa enggak? Kita kan enggak tahu? Artinya begini, enggak bisa juga bahwa seolah-olah ini kesalahan Pak Nursalim," ujarnya.
Dia menambahkan, tidak ada informasi bahwa surat tersebut sampai ke tangan Sjamsul Nursalim.
Terkait hal tersebut, KPK melalui Juru Bicaranya Febri Diansyah mengatakan bahwa lembaga antikorupsi tersebut telah bekerja sama dengan otoritas di Singapura.
"KPK telah bekerja sama dengan otoritas di Singapura dalam pengiriman panggilan terhadap Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim," jelas Febri, Jumat (14/9/2018).
Tidak ada penjelasan dari KPK mengenai sampai atau tidaknya surat tersebut ke tangan Sjamsul Nursalim dalam keterangan yang diterima Bisnis, Jumat lalu.
Seperti diketahui, pada perkara ini, Syafruddin didakwa telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri dan orang lain yang merugikan keuangan negara hingga Rp4,5 triliun. Dia diduga terlibat dalam kasus penerbitan SKL BLBI, kepada Sjamsul Nursalim dan Itjih S. Nuraslim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada 2004.
Syafruddin Temenggung didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.