Bisnis.com, JAKARTA- Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali sengketa perpajakan yang diajukan oleh PT Samsung Electronics Indonesia.
Putusan tersebut dijatuhkan pada akhir Juli 2018 dan dipublikasikan oleh lembaga kehakiman tertinggi tersebut pada penghujung Agustus 2018.
Adapun sengeta perpajakan ini berkaitan dengan bea masuk, pajak dalam rangka impor serta denda atas peminjaman mesin produksi dan cetakan (moulding) dalam rangka subkontrak yang telah lewat jangka waktu dengan total nilai pajak sebesar Rp1,8 miliar.
Dalam memori peninjauan kembali, Samsung Eletronics Indonesia meminta Mahkamah Agung (MA) membatalkan putusan Pengadilan Pajak nomor 74630/PP/M.IXA/19/2014 serta membatalkan pula keputusan Bea dan Cukai nomor KEP-177/BC.8/2015 pada 9 April 2015 tentang Penetapan Atas Keberatan PT Samsung Electronics Indonesia terhadap penetapan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai Dalam SPP-296/BC.6/2014 pada 11 Desember 2014.
Dalam amar putusannya, majelis menilai alasan Samsung Eletronics Indonesia yang menyatakan terdapat selisih kurang mesin produksi dan cetakan yang dipinjamkan dalam rangka subkontrak kepada PT Kepsonic Indonesia sehingga pemohon diharuskan membayar kekurangan pembayaran sebesar Rp1,8 miliar tidak dapat dibenarkan.
Pasalnya, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan oleh Samsung Eletronics Indonesia dan dihubungkan dengan kontra memori Ditjen Bea dan Cukai, tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara tersebut berdasarkan Laporan Hasil Audit (LHA) No.LHA-287/BC.62/PDKB/2014 pada 5 Desember 2014.
Dalam laporan itu, terdapat selisih kurang mesin produksi dan cetakan yang dipinjamkan dalam rangka subkontrak sehingga koreksi Bea dan cukai tetap dipertahankan karena telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat 4 Undang-Undang (UU) Kepabeanan.
Dengan demikian, alasan permohonan peninjauan kembali tidak dapat dibenarkan karena bersifat pendapat yang tidak bersifat menentukan karena tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang No. 14 /2002 tentang Pengadilan Pajak, sehingga pajak dalam rangka impor dan sanksi administrasi berupa denda yang masih harus dibayar dihitung kembali menjadi Rp1,8 miliar,” ujar majelis yang terdiri dari majelis hakim yang terdiri dari Hary Djatmiko, Yosran dan Irfan Fachruddin.
Adapun pembayaran sebesar Rp1,8 miliar itu terdiri dari bea masuk sebesar Rp304,896 juta, PPN Rp924,589 juta, PPh Pasal 22 dalam rangka impor dan kertas sebesar Rp231,148 juta serta denda administrasi sebesar Rp344,896 juta.
Adapun permohonan peninjauan kembali yang dilakukan oleh Samsung Electronics Indonesia ini merupakan permohonan kedua setelah sebelumnya dengan Nomor Put.74630/ PP/M.IXA/19/2016, tertanggal 27 September 2016. Dalam putusan tersebut, majelis juga menyatakan bahwa permohonan tidak dapat diterima.
Kabulkan
Majelis hakim perpajakan MA juga mengeluarkan putusan sengketa perpajakan antara Ditjen Pajak melawan PT Karya Makmur Bahagia. Dalan putsannya, majelis mengabulkan permohonan Ditjen Pajak terkait koreksi positif pajak masukan sebesar Rp914,6 juta dan digunakan untuk unit/kegiatan perkebunan kelapa sawit dalam rangka perolehan Tandan Buah Segar (TBS). Sebelumnya, Pengadilan Pajak menyatakna bahwa koreksi positif tersebut tidak dapat diterima.