Bisnis.com, JAKARTA -- Provinsi Liaoning, China akan meningkatkan inspeksi di peternakan babi dan pasar serta memperkuat pemantauan terhadap distribusi babi, setelah kasus flu babi Afrika mulai terjadi di provinsi itu.
Seorang pejabat dari Biro Kesehatan dan Produksi Kesehatan Liaoning mengatakan flu babi Afrika menimbulkan ancaman besar bagi industri peternakan babi di provinsi dan seluruh negeri, sehingga harus diberantas secara menyeluruh.
Pemerintah Liaoning telah meminta pihak berwenang setempat untuk memulai pemeriksaan darurat di semua peternakan babi, pasar babi, rumah pemotongan hewan, dan tempat perawatan yang tidak berbahaya di provinsi itu.
Dilansir dari Reuters, Senin (6/8/2018), warga setempat diminta melaporkan setiap kasus kematian babi karena alasan yang tidak diketahui, babi yang disembelih ditemukan dengan splenomegali atau perdarahan limpa, dan kegagalan kekebalan di antara babi setelah menerima vaksin flu babi.
Otoritas Liaoning juga memerintahkan penutupan sementara semua pasar babi hidup dan rumah pemotongan hewan di distrik Shenbei, di mana wabah itu ditemukan.
China memusnahkan sekitar 913 babi dekat Shenyang, ibu kota Liaoning, dan melarang transportasi babi dari daerah-daerah yang terkena dampak, menyusul wabah tersebut.
Pejabat biro kesehatan hewan setempat mengatakan babi dan produk turunannya di Shenyang hanya dapat didistribusikan di dalam kota, sedangkan yang diangkut dari luar kota harus melalui karantina.
Kasus di Liaoning, yang pertama di Asia Timur, telah memicu kekhawatiran tentang penyebarannya di Tiongkok, yang memiliki kawanan babi terbesar di dunia, dan mungkin ke negara-negara tetangga di Asia.
Sementara itu, Jepang telah menghentikan impor daging babi China yang diolah panas dan operasi karantina yang diperketat di bandara dan pelabuhan, karena wabah itu.