Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Negara Indonesia Tbk. akhirnya berhasil menagih utangnya kepada PT Alvindo Wahana Trading melalui penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sementara selama 45 hari.
Bank berkode saham BBNI itu mendaftarkan permohonan PKPU di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 3 Juli 2018 dengan nomor perkara 86/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Jkt.Pst.
Kuasa hukum PT Bank Negara Indonesia Tbk. Rizal Rustam mengatakan bahwa permohonan PKPU yang dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 31 Juli 2018 itu untuk menagih utang PT Alvindo Wahana Trading yang sudah jatuh tempo sejak 2016.
Rizal dari kantor hukum Ismak Advocaten menjelaskan perusahaan pengemasan plastik itu memiliki utang jatuh tempo senilai Rp28,81 miliar.
"Kami sudah memberikan kesempatan kepada debitur [Alvindo Wahana] supaya membayar utang, tetapi tidak ada sama sekali jawaban dari mereka. Bahkan, sampai kami mengirim somasi kepada mereka, tidak ada jawaban," kata Rizal kepada Bisnis, Minggu (5/8).
Menurut dia, Alvindo Wahana Trading (termohon) tidak dapat memenuhi kewajiban membayar perjanjian fasilitas kredit kepada BNI (pemohon) sehingga menimbulkan tunggakan bunga, denda, dan biaya sejak Juli 2016 atau membuat kredit macet.
Dia mengatakan bahwa termohon meminjam kredit senilai Rp20 miliar untuk modal kerja yang telah ditandatangani dan disepakati bersama pemohon melalui akad perjanjian fasilitas kredit yang berlangsung pada 25 Januari 2011.
Dalam akad perjanjian itu, kata Rizal, tercantum perpanjangan fasilitas kredit hingga tiga kali, yaitu, pertama, pada surat No. LMC-2/2.5/194/R tertanggal 22 April 2014 dengan jangka waktu 12 bulan sejak tanggal jatuh tempo dari 25 Januari 2014 hingga 24 Januari 2015.
Kemudian, kelonggaran perpanjangan pelunasan kredit tahap kedua, pada surat tertanggal 3 Maret 2015 dengan No. LMC-2/2.5/06313/R yang diperpanjang selama 3 bulan dari 24 Januari 2015 hingga 24 April 2015.
Selanjutnya, perpanjangan tahap ketiga adalah diperpanjang 12 bulan dari 25 Januari 2015 hingga 24 Januari 2016.
“Dari data BNI, termohon memiliki tunggakan bunga Rp6,33 miliar, denda Rp2,48 miliar, dan utang pokoknya Rp20 miliar,” kata Rizal.
KEBERATAN
Di sisi lain, kuasa hukum Alvindo Wahana Trading Haris Tuasikal menyatakan keberatan dengan keputusan Majelis Hakim yang mengabulkan permohonan PKPU tersebut, kendati terbelenggu proses PKPU Sementara 45 hari ke depan.
"Nilai utang [termohon] tidak segitu dan kalau mengikuti perkembangan utang dari Starlight Grup [dalam rapat pailit] bahwa utang terafiliasi [Alvindo dan BNI]. Utang tidak berdiri sendiri dan masuk dalam satu kesatuan," kata Haris.
Dalam berkas pembelaan termohon yang dikutip Bisnis, Alvindo Wahana Trading bersama-sama dengan PT Starlight Prime Thermoplas (dalam pailit) dan PT Petrolas Industri (dalam pailit) mengajukan fasilitas kredit kepada BNI untuk tambahan modal usaha, dan disetujui BNI dengan skema take over fasilitas kredit pada awal 2011.
Semula, Starlight mengajukan pinjaman fasilitas kredit sebesar Rp526,19 miliar dengan menjaminkan empat grup usaha yaitu, Starlight Prime Thermoplas, Alvindo Wahana Trading, Petrolas Industri, dan PT Luvin Indonesia. Namun, permohonan itu tidak disetujui dan dilakukan sejumlah revisi.
Selanjutnya, setelah melalui serangkaian revisi, BNI akhirnya menyetujui fasilitas pinjaman kredit senilai Rp338,95 miliar dan hanya untuk tiga grup saja yakni Starlight, Alvindo, dan Petrolas.
“Dalil pemohon PKPU yang menyatakan bahwa termohon menerima fasilitas kreditr Rp20 miliar dan menjadi sebesar Rp28,81 miliar tidak logis karena fasilitas kredit itu diberikan kepada grup usaha Starlight Prime,” demikian menurut berkas jawaban tersebut.
Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan utang yang tidak semata-mata dari Alvindo saja, kata Haris, pihaknya akan mengajukan upaya hukum lain terhadap BNI.
"Kami akan melakukan upaya hukum," kata Haris.
Sementara itu, Rizal membantah kalau tagihan piutang tersebut seperti dalam jawaban pembelaan termohon yang menyatakan utang dari PT Starlight Prime Thermoplas bukan milik Alvindo Wahana Trading.
"Yang tanda tangan itu Alvindo bukan Starlight. Sementara Starlight itu sebagai korporasi yang dijadikan garansi jaminan oleh Alvindo," ujar Rizal.
Starlight dan Petrolas, seperti dalam jawaban termohon, adalah perusahaan pengolahan plastik berdomisili di Yogyakarta dan Depok, Jawa Barat. Sementara itu, Alvindo merupakan perusahaan perdagangan yang menjual produk hasil dari Starlight dan Petrolas.
Dari catatan Bisnis, grup usaha Starlight diputuskan pailit oleh Majelis Hakim pada 21 April 2017 lantaran Starlight dalam proses PKPU gagal berdamai dengan para krediturnya.
PKPU terhadap Starlight didaftarkan pada 8 Februari 2017 dengan perkara No. 19/Pdt.Sus-PKPU/2017 PN.Jkt.Pst oleh BNI. Tagihan piutang yang digenggam oleh BNI sebagai kreditur separatis sebanyak Rp164,58 miliar dan US$2,24 juta. Adapun, tagihan piutang dari lima kreditur konkuren sebesar Rp60 miliar.
Setelah dinyatakan pailit, tim kurator dengan koordinator Peber E. W. Silalahi berhasil menyisir aset dari Starlight senilai Rp147 miliar dari total tagihan piutang sebesar Rp256 miliar.
Sementara itu, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara telah melelang aset milik Starlight pada 1 Maret 2018 dengan perincian a.l; tanah beserta sertifikat hak guna bangunan (HGB) seluas 17.617 meter persegi, 57 unit bangunan seluas 17.828 meter persegi, dan 8 unit sarana pelengkap.