Bisnis.com,JAKARTA - Ketua Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Husseyn Umar tidak khawatir terhadap rencana BANI versi Sovereign untuk mengajukan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali atas putusan kasasi Mahkamah Agung 232 K/TUN/2018 terkait gugatan badan hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Gugatan tersebut terkait ditolaknya pendafataran BANI versi Sovereignn sebagai badan hukum dengan nama BANI, persis seperti nama BANI (singkatan dari Badan Arbitrase Nasional Indonesia).
Dia menyebutkan, bahwa PK merupakan hak hukum dari setiap warga negara, karena memang ada undang-undang yang mengaturnya. “Meskipun demikian, pengajuan PK secara hukum tidak menunda eksekusi sebuah putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, apalagi putusan resmi kasasi tersebut telah dikeluarkan, sehingga dibatalkannya legalitas BANI Versi Sovereign harus segera dilaksanakan,” ujarnya, Rabu (25/7/2018).
Namun dia mengemukakan bahwa pihaknya pun telah menyurati Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum-HAM) dengan merujuk pada salinan putusan lengkap tentang Putusan Kasasi MA yang telah diumumkan dalam laman MA agar dapat segera melaksanakan putusan tersebut, yakni dengan mencabut status Badan Hukum BANI Versi Sovereign.
Asal muasal gugatan antara BANI dengan BANI versi Sovereign tersebut, semuanya berawal dari adanya sebuah perkumpulan yang menamakan dirinya persis sama dengan lembaga yang kini tengah dipimpinnya dan telah berdiri sejak 41 tahun yang lalu. Perkumpulan tersebut mendaftarkan dirinya sebagai badan hukum dengan nama BANI ke Kemenkum-HAM padahal nama BANI sudah dilindungi oleh Undang-Undang tentang Merek sejak tahun 2003.
Tak berhenti disitu, perkumpulan yang selanjutnya dikenal dengan BANI versi Sovereign tersebut menggugat BANI terkait hak penggunaan merek BANI di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, walaupun akhirnya Pengadilan Niaga memenangkan BANI, dan menyatakan BANI tetap merupakan pihak yang berhak untuk menggunakan merek dengan kata Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan BANI Arbitration Center.
Husseyn juga menjelaskan bahwa BANI tidak pernah berkeberatan jika ada lembaga atau perkumpulan yang dibentuk untuk menyelenggarakan arbitrase.
“Namun tentunya dengan menggunakan nama sendiri, tidak menggunakan nama lembaga yang telah dilindungi oleh Undang-Undang tentang Merek. Silahkan gunakan nama lain. Seperti diketahui saat ini di Indonesia sudah ada BAPMI untuk penyelesaian sengketa pasar modal, ada BAORI untuk sengketa olahraga, dan lain sebagainya, mengapa harus melanggar hukum dengan menggunakan nama BANI yang sudah ada sejak dahulu secara nyata dan secara hukum,” ujarnya.
BANI selama ini telah sebagai lembaga telah memeriksa dan memutus berbagai sengketa di bidang bisnis. Hingga 2016 BANI telah menangani lebih dari 1000 perkara.
“Pada 2007 BANI merupakan salah satu anggota pendiri dari Regional Arbitration Institute Forum yang beranggotakan institut arbitrase dari berbagai negara di kawasan Asia, dan pada 5-6 Mei 2012, BANI bertindak sebagai tuan rumah penyelenggara RAIF Conference di Bali. BANI juga merupakan salah satu founding member dari Asia Pacific Regional Arbitration Group yang didirikan pada 2004," jelasnya.
Dia berharap Menkum HAM dapat segera melaksanakan putusan kasasi MA tersebut agar masalah ini segera selesai, sehingga kedepannya tidak menimbulkan keresahan dikalangan para pelaku bisnis yang ingin menyelesaikan sengketanya di badan arbitrase dan tidak ada lagi sebuah perkumpulan yang menamakan dirinya BANI secara tidak sah atau karena adanya itikad yang tidak baik.