Bisnis.com, JAKARTA - Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan bahwa pertemuan dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu, Menkumham, Kemendagri, dan Kejagung adalah untuk meminta penjelasan PKPU mengenai larangan caleg koruptor dalam Pemilu 2019.
“DPR hanya memberikan catatan, jika PKPU itu melanggar UU. Bahwa seseorang tidak boleh dihukum dua kali. Kalau dia sudah pernah dihukum kemudian dihukum lagi secara politik bagaimana?” tegas Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (5/7/2018).
Menurut politisi Golkar itu, dalam UUD 1945, negara menjamin hak dasar warganya untuk dipilih dan memilih. Ketentuan tersebut bisa dicabut hanya melalui keputusan pengadilan yang mencabut hak politik seseorang.
“Jadi, itulah beberapa catatan yang akan kita konsultasikan, karena bagi DPR ini adalah menjadi preseden buruk bagi perjalan bangsa ini ke depan,” katanya.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berpendapat bahwa sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), KPU memang memiliki kemandirian dalam membuat PKPU. Dengan demikian, sah saja jika memang KPU menghendaki untuk melarang mantan napi koruptor menjadi caleg.
Hanya saja, lanjut politisi PDIP itu, jika ada pihak-pihak yang tak sepakat dengan ketentuan tersebut silakan gugat ke Mahkamah Agung (MA). Gugatan ke MA merupakan mekanisme hukum yang diberikan negara untuk menggugat PKPU.
Baca Juga
Pada dasarnya pakta integritas adalah komitmen dari seluruh partai politik untuk mencalonkan kader terbaiknya. Artinya, kader terbaik salah satunya adalah kader yang bersih dari kasus korupsi.
"Jadi, kalau ada pakta integritas. Saya pengalaman jadi sekjen partai tidak ada yang mantan-mantan napi itu dicalonkan. Nggak ada. Inikan hanya mengingatkan kembali,” kata Tjahjo.