Bisnis.com, JAKARTA -- Petinggi Foxconn Terry Gou menegaskan perusahaan perakit perangkat Apple itu telah memiliki sejumlah strategi untuk menghadapi perang dagang AS-China yang akan semakin panas ke depannya.
Taipan asal Taiwan tersebut juga mengakui tantangan terbesar yang dihadapi Foxconn Technology Group adalah perang dagang kedua negara tersebut.
"Perang dagang bukan sekadar tentang perdagangan, tapi juga soal perang teknologi dan manufakturnya," tegasnya seperti dilansir dari Bloomberg, Sabtu (23/6/2018).
Sayangnya, Gou tidak memaparkan strategi tersebut dengan detail dalam rapat pemegang saham tahunan perusahaannya, Hon Hai Precision Industry Co.
Selama ini, Foxconn merakit iPhone dan beberapa gawai lain di sejumlah pabrik di China daratan. Perusahaan ini merupakan perusahaan dengan karyawan terbanyak di China, yakni sekitar 1 juta orang, sehingga posisinya sensitif terhadap segala perkembangan dari perang dagang yang akan berpengaruh kepada Apple.
Ekonomi China dan industri teknologinya yang berkembang berada di posisi utama kekisruhan perdagangan dengan AS. Kini, China mengincar pasar Asia dan membatasi dana bantuan pemerintah untuk memperluas industri strategisnya.
Selain perang dagang, Gou mengritik UU ketenagakerjaan domestik di China, terkait pembatasan jam lembur para pekerja dan aturan lain yang berpotensi menurunkan daya saing perusahaan.
Di sisi lain, Foxconn juga telah lama diserang atas kebijakan lembur para pekerjanya di tengah puncak musim permintaan barang, seperti saat masa liburan.
Terkait hal ini, dia berkilah para pekerjanya benar-benar ingin bekerja lebih lama. Gou menuturkan memaksa mereka untuk mengurangi waktu berarti sama saja mengurangi pendapatan mereka.
"China memiliki aturan ketat terkait lembur dibandingkan AS dan Uni Eropa (UE) dan mereka sendiri paham bahwa ini adalah aturan yang tidak masuk akal," ungkapnya.
Akibatnya, perusahaan harus mengikuti aturan China ketika musim sepi permintaan dan menerapkan aturan AS saat permintaan mencapai puncaknya.
Gou berpendapat Foxconn seharusnya diatur oleh peraturan AS karena perusahaan ini adalah produsen elektronik terbesar di dunia dan sebagian besar pelanggannya adalah Apple serta Amazon.com Inc.
Untuk mengatasi masalah ini, dia berjanji bakal mempekerjakan robot untuk menggantikan 80% pekerja manusia pada tahun-tahun mendatang.