Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kepercayaan Investor Terus Menyusut, Turki Butuh Pinjaman IMF?

Turki tampaknya akan mengikuti langkah Argentina dan segera mengadakan pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) terkait dengan kesepakatan pinjaman baru, menyusul terus menyusutnya keyakinan investor terhadap kebijakan ekonomi negara itu.
Presiden Turki Tayyip Erdogan/Reuters
Presiden Turki Tayyip Erdogan/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Turki tampaknya akan mengikuti langkah Argentina dan segera mengadakan pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) terkait dengan kesepakatan pinjaman baru, menyusul terus menyusutnya keyakinan investor terhadap kebijakan ekonomi negara itu.

IMF, yang terakhir mensponsori Turki satu dekade lalu, mungkin telah bersiap untuk memberikan bantuan kepada negara itu, setelah mata uang Turki, lira, merosot ke rekor terendah terhadap dolar pada Mei.

Kekhawatiran terhadap ekonomi Turki terus merebak sehingga memicu aksi jual investor. Aksi jual terbaru dipicu oleh pernyataan Presiden Recep Tayyip Erdoan di London, yang ‘menakuti investor’ dengan mengatakan bahwa dia akan mengambil lebih banyak kendali kebijakan moneter dan memangkas suku bunga setelah pemilihan pada 24 Juni.

"IMF adalah jangkar dan negara membutuhkan dorongan kepercayaan," kata Tim Ash, ahli strategi pasar berkembang senior di Blue Bay Asset Management di London. "Dia [Erdoan] merusak kepercayaan diri begitu buruk di London."

Sejak Erdoan berbicara pada 14 Mei, bank sentral Turki telah menaikkan suku bunga dengan total 425 basis poin menjadi 17,75%, tingkat tertinggi di pasar negara berkembang utama di luar Argentina. Argentina juga gencar menaikkan suku bunga untuk meredam gejolak di pasar. Pada Mei lalu, negara ini menaikkan suku bunga sebesar 675 basis poin menjadi 40%. Negara tersebut juga telah meneken kesepakatan pinjaman siaga senilai US$50 miliar dengan IMF pada 7 Juni.

Kendati demikian, langkah Turki menaikkan suku bunga, meskipun disambut oleh pasar, telah gagal menghentikan memburuknya kondisi di pasar keuangan Turki karena para investor masih cemas akan ketidakpastian kondisi ekonomi negara itu setelah pemilihan presiden dan parlemen pekan depan.

Mata uang lira tercatat sebesar 4,73 per dolar pada pekan lalu, semakin mendekati rekor terendah pada 23 Mei yang sebesar 4,92%, ketika para pembuat kebijakan moneter bertemu untuk dalam sebuah pertemuan darurat dalam rangka menaikkan suku bunga sebesar 300 basis poin guna membendung krisis mata uang yang tengah terjadi. Mata uang tersebut sempat menguat ke level 4,44 terhadap dolar pada 30 Mei dan diperdagangkan pada 4,45 pada 7 Juni, ketika bank sentral melakukan kenaikan suku bunga kedua sebesar 125 basis poin.

Keprihatinan investor tentang ekonomi Turki mulai muncul tumbuh setelah Erdoan mengancam akan mengenakan sanksi terhadap lembaga pemeringkat Moody's pekan ini karena dianggap "memfitnah" negara dan penasihat ekonomi seniornya, Cemil Ertem.

Pada Maret, Moody’s telah memangkas peringkat utang Turki menjadi ‘junk’ alias tak layak investasi. Moody’s mewanti-wanti rencana Erdogan memperkenalkan sistem pemerintahan presidensial penuh setelah pemilu akan semakin mengikis keseimbangan ekonomi di negara itu dan membuat kebijakan ekonomi lebih sulit diprediksi.

Pemerintah telah merespons pernyataan Moody’s tersebut dan menyebut pernyataan ini sebagai upaya yang disengaja untuk menyabotase perekonomian Turki.

Sebuah data mengungkapkan utang luar negeri jangka pendek korporasi yang berbasis di Turki sebesar US$226,8 miliar. Ketika lira melemah, begitu pula kemampuan perusahaan-perusahaan tersebut untuk membayar kembali pinjaman.

Beberapa perusahaan besar, termasuk Yildiz Holding, pembuat cokelat Godiva, telah mengajukan permohonan kepada bank-bank lokal untuk menegosiasikan kembali persyaratan pinjaman. Utang bermasalah di perusahaan besar mungkin hanya puncak gunung es karena bisnis yang lebih kecil tidak melaporkan rencana tersebut.

Kinerja bank-bank Turki pada kuartal pertama, yang dirilis selama April dan Mei, menunjukkan terjadinya lonjakan kredit bermasalah. Pinjaman yang direstrukturisasi di Akbank, salah satu bank terbesar di negara itu, naik hampir tiga kali lipat menjadi 22,3 miliar lira atau setara dengan US$4,7 miliar. Angka itu hampir 10% dari total pinjaman yang direstrukturisasi secara keseluruhan.

"Kuncinya adalah utang jangka pendek," kata Ash. "Jika ada sesuatu yang membahayakan di sana, maka mereka harus pergi ke IMF."

Hal lain yang mengkhawatirkan adalah cadangan mata uang asing bank sentral yang semakin menipis. Pengurangan investasi asing dan portofolio yang masuk berarti bahwa bank telah dipaksa untuk membelanjakan uang tunai untuk mendanai defisit transaksi berjalan negara yang semakin melebar. Saat ini, defisit transaksi berjalan telah mencapai 6,5% terhadap produk domestik bruto pada April. Adapun, cadangan devisa saat ini hanya berjumlah US$26 miliar, sehingga membatasi kemampuan pemerintah dalam penyaluran uang tunai kepada bank-bank jika terjadi tekanan yang ekstrim. Uang IMF akan membantu memperkuat kendali bank sentral.

Inan Demir, seorang ekonom di Nomura di London, mengatakan program IMF tidak penting bagi Turki saat ini. Namun, dana segar dari IMF dapat digunakan untuk meningkatkan cadangan bank sentral, sehingga dapat mendukung upaya reformasi struktural.

"Yang lebih penting adalah keyakinan bahwa ada kebijakan yang didukung IMF karena kemenangan oposisi dalam pemilihan presiden dan parlemen pekan depan mungkin akan menimbulkan sentimen tersendiri bagi investor,” ujarnya.

Menurut jajak pendapat sebuah survei, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP)—pengusung Erdogan—berpotensi kehilangan posisi mayoritas dalam legisatif, ketika berhadapan dengan Partai Rakyat Republik (CHP). Muharrem Ince, kandidat presiden CHP, telah disiapkan untuk menghadapi Erdogan dalam putaran kedua untuk pemilihan presiden pada 8 Juli.

Tingkat bunga yang lebih tinggi di Turki juga memperparah kondisi ekonomi di Turki secara keseluruhan. Suku bunga yang tumbuh 7,4% pada kuartal pertama tahun ini tercatat merupakan yang tertinggi di antara 34 anggota kelompok negara industri OECD.

Kenaikan suku bunga diperkirakan akan memperlambat pertumbuhan ekonomi secara nyata, sehingga menyebabkan kemungkinan terjadinya kontraksi pada kuartal ketiga karena bank-bank memberikan biaya pinjaman yang lebih tinggi kepada nasabah.

Broker berbasis web,hangikredi.com, mengungkapkan salah satu pemberi pinjaman terbesar yang terdaftar di Turki, Garanti Bank, kini memberikan suku bunga sebesar 1,73% per bulan untuk pinjaman bagi usaha kecil sebesar 250.000 lira selama 3 tahun.

Dalam laporan tahunannya pada akhir April, IMF telah memperingatkan bahwa stimulus pemerintah dapat menyebabkan ekonomi Turki ‘terlalu panas’ dan berisiko ‘hard landing’.

Namun, dalam kolom regulernya untuk surat kabar Milliyet pada Kamis, penasihat ekonomi senior Erdogan, yakni Cemil Ertem, mengungkapkan peringatan tentang utang-utang perusahaan Turki yang membengkak, yang berjumlah sekitar 30% dari PDB, sebagai "propaganda hitam" yang menyerupai terorisme. “Tidak ada tanda sedikit pun Turki sedang mengalami krisis utang,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Sumber : ahvalnews6.com
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper