Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur Bank Negara Malaysia Muhammad Ibrahim mengundurkan diri setelah muncul tuduhan bahwa bank sentral itu membantu pemerintahan sebelumnya untuk membayar sebagian utang badan usaha investasi negara, 1MDB.
Kepastian itu disampaikan oleh Perdana Menteri Mahathir Mohamad yang mengatakan bahwa pengunduran diri Muhammad Ibrahim sudah disetujui kabinet.
"Dia tidak memberikan alasan konkret," kata PM Mahathir Mohamad sebagaimana dikutip BBC.com, Kamis (7/6/2018).
Ibrahim ditunjuk sebagai gubernur bank sentral sejak Mei 2016 untuk masa jabatan lima tahun di bawah pemerintahan Perdana Menteri Najib Razak. Dengan demikian dia baru menjalani tugasnya kurang dari setengah masa jabatan.
Pengunduran diri itu terjadi kurang dari sebulan setelah koalisi oposisi Pakatan Harapan mencatat kemenangan bersejarah dalam pemilu Malaysia, Pakatan Harapan menumbangkan koalisi Barisan Nasional yang tidak tergoyahkan selama lebih dari enam dekade sebelumnya.
Bank Negara dituduh membantu pemerintahan di bawah pimpinan Najib Razak untuk membantu membayar sebagian utang yang ditanggung 1MDB.
Badan investasi negara itu didirikan oleh Najib Razak pada 2009 dengan tujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, dana 1MDB diduga disalahgunakan oleh Najib Razak dan kroni-kroninya.
Baca Juga
Secara khusus menteri keuangan baru, Lim Guan Eng menyoroti pembelian sebidang tanah di Kuala Lumpur oleh Bank Negara dari pemerintahan sebelumnya sebesar dua miliar ringgit atau setara dengan Rp6,9 triliun.
Menurutnya, uang hasil penjualan tanah digunakan untuk membayar sebagian utang 1MDB yang berada di pusaran skandal dugaan korupsi. Bank Negara menegaskan tanah tersebut dibeli dengan harga pasar.
Dalam perkembangan lain, sosok yang baru saja ditunjuk menjadi Jaksa Agung, Tommy Thomas, mengatakan agenda utama pemerintah adalah menyelidiki dugaan penyalahgunaan dana 1MDB itu.
"Pioritas utama dan mendesak pemerintah adalah semua hal yang berkenaan dengan 1MDB," kata Thomas.
Jaksa Agung sebelumnya membebaskan Najib dari segala tuduhan korupsi. Diduga ada aliran dana sebesar US$681 juta, sekitar Rp9,6 triliun, ke rekening pribadi Najib Razak menjelang pemilihan umum tahun 2013.