Bisnis.com, BANGKOK - Pengunjuk rasa menentang pemerintah menghadapi polisi pada Selasa (22/5/2018) segera setelah memulai pawai dari universitas di ibu kota Thailand ke Gedung Pemerintah untuk menuntut pemerintah militer mengadakan pemilihan umum pada November mendatang.
Gedung Pemerintahan dan jalan di sekitarnya dinyatakan sebagai daerah larangan bepergian oleh polisi untuk pawai oposisi, yang menandai empat tahun kudeta pada 22 Mei 2014, dan memperingatkan pengunjuk rasa untuk tidak menentang pelarangan mengenai rapat umum.
Sekitar 200 penentang mulai berpawai dari Universitas Thammasat di daerah bersejarah Bangkok, namun bertemu dengan hambatan, yang telah diatur, dan deretan polisi mengenakan seragam hitam.
Sejumlah pengunjuk rasa mendesak polisi selama beberapa menit sebelum mundur.
Beberapa orang, termasuk seorang wanita pengunjuk rasa dan pria pemimpin penentang, pingsan. Ambulans tiba untuk menjemput pengunjuk rasa perempuan, kata saksi di tempat kejadian itu.
Pengunjuk rasa berlindung dari hujan di bawah payung dan tenda-tenda plastik biru pada pagi hari, menghentikan sementara rencana mereka.
Salah satu penyelenggara protes, Sirawith Seritiwat, juga dikenal sebagai Ja New, mengatakan para pengunjuk rasa berencana untuk berpawai dengan damai.
"Saya berharap mereka akan membiarkan kami keluar. Kami tidak punya niat untuk memperpanjang kegiatan hari ini. Saya pikir mereka akan mencoba menghentikan kami ... kami tidak akan menggunakan kekerasan," kata Sirawith.
Polisi mengatakan hingga 500 orang muncul dan memperingatkan pengunjuk rasa untuk tidak melanjutkan perjalanan mereka.
"Pihak berwenang akan menggunakan hukum secara 100 persen. Jika mereka keluar kita akan menggunakan hukum segera. Kami telah menempatkan pasukan di seluruh Kantor Pemerintah ... jika mereka datang ke daerah-daerah ini akan ada hukuman penjara hingga 6 bulan," demikian wakil kepala kepolisian nasional Srivara Ransibrahmanakul kepada wartawan.
"Polisi tidak memiliki senjata. Mereka hanya membawa pentungan," katanya.
Penguasa, yang dikenal sebagai Dewan Nasional untuk Perdamaian dan Ketertiban (NCPO), mengatakan dalam pernyataan bahwa mereka mengajukan tuntutan terhadap lima pemimpin unjuk rasa karena mengadakan pertemuan tidak sah.