Kabar24.com, JAKARTA – Melonjaknya dolar AS dan terus menguatnya yield obligasi AS bertenor 10 tahun dinilai dapat memicu para pembuat kebijakan di negara berkembang utama, mulai dari India hingga Meksiko, berpotensi menaikkan suku bunga lebih cepat dari yang diantisipasi ekonom.
Pada perdagangan Kamis (17/5) indeks dolar AS terpantau terapresiasi 0,1% ke 98,48 pada pukul 18.16 WIB, melanjutkan penguatannya di hari keempat. Adapun imbal hasil obligasi Negeri Paman Sam bertenor 10 tahun sempat naik 0,42% ke 3,11%, pada pukul 14.14 WIB, level tertingginya sejak 2011. Sementara itu pada pukul 18.16 WIB, yield obligasi itu terpantau stagnan di level 3,09% setelah melonjak 0,78% pada perdagangan sebelumnya.
Proyeksi itu melihat munculnya kekhawatiran terhadap risiko pembengkakan defisit neraca berjalan, menekan nilai tukar, dan akhirnya meningkatkan inflasi jika tidak ikut mengetatkan kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral AS (The Fed).
“Ketika The Fed melangkah, bank sentral di emerging market berusaha menyamakan langkah,” kata Frederic Neumann, Co-Head of Asian Economics Research di HSBC Holdings Plc, Hong Kong, seperti dikkutip Bloomberg, Kamis (17/5/2018).
Bank sentral di Indonesia, India, dan Filipina merupakan otoritas moneter yang diperkirakan ikut menaikkan suku bunga acuannya.
HSBC memperkirakan Bank Sentral India (RBI) akan menaikkan suku bunga sebanyak dua kali tahun ini setelah sebelumnya memperkirakan tidak ada perubahan.
Untuk Indonesia, HSBC telah memperkirakan Bank Indonesia akan mengetatkan suku bunganya pada rapat kebijakan yang berakhir Kamis (17/5), berbanding terbalik dengan yang disampaikan BI sebelum ini untuk menahan suku bunga.
Adapun hasil rapat dewan gubernur (RDG) BI kemarin memang memutuskan menaikkan suku bunga acuan, 7 Day Reverse Repo, sebesar 25 basis poin menjadi 4,50%.
Sementara itu, HSBC mempertahankan bias kenaikan suku bunga oleh Bangko Sentral ng Pilipinas kendati bank sentral Filipina itu telah menaikkan suku bunga bulan ini untuk pertama kalinya sejak 2014.
Adapun, beberapa negara yang sebelumnya berencana memotong suku bunga bersiap untuk menahan pengurangan selanjutnya. Hal itu seperti yang terjadi di Brazil, di mana bank sentral secara mengejutkan menahan suku bunga tidak berubah pada Rabu (16/5) setelah 12 pemangkasan berturut-turut. Para pembuat kebijakan memberikan sinyal tambahan pengurangan suku bunga di rapat sebelumnya, namun kejatuhanemerging market memaksa mereka menggeser arah kebijakan.
Kenaikan suku acuan BI sebesar 25 basis poin juga sejalan dengan prediksi ekonom di JPMorgan Chase & Co dalam dua pekan terakhir. Selain Indonesia, JP Morgan juga memperkirakan Filipina akan menaikkan suku bunga 25 bps. Standard Chartered Plc. memperkirakan India menaikkan repo rate di dalam dua tahap, sebesar 25 bps masing-masing pada pertemuan Juni dan Agustus.
Adapun Nomura Holdings Inc. kini melihat kenaikan sebesar 50 bps untuk kenaikan di India. Selain itu, mereka juga mengatakan negara lain, seperti Turki, Chile, dan Rumania, akan bergabung ke dalam daftar negara yang menaikkan suku bunga.
Bank Sentral Turki menyampaikan pada Rabu (16/5/2018), mereka tengah memperhatikan pasar dan akan mengambil langkah yang diperlukan untuk mengembalikan keyakinan investor setelah lira tumbang ke level terendahnya.
Di tempat lain, tekanan memang masih terasa untuk mengetatkan kebijakan. Menurut Mike Moran, Kepala Ekonom untuk Amerika di Standard Chartered Bank, menyatakan Bank Sentral Meksiko mungkin akan menaikkan suku bunga secepatnya pada Kamis (17/5), terdorong oleh pelemahan peso dan kekhawatiran inflasi.
Adapun sebagian besar analis yang disurveiBloomberg memperkirakan bank sentral Meksiko akan membiarkan suku bunga sebesar 7,5%.