Bisnis.com, JAKARTA – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan perkara gugatan 13 warga Kalibata City melawan PT Pradani Sukses Abadi, PT Prima Buana Internusa, dan Badan pengelola Kalibata City.
Majelis Ketua Hakim Ferry Agustina mengatakan bahwa para tergugat I (Pradani Sukses Abadi, II (Prima Buana Internusa) dan III (Badan Pengelola Kalibata City) terbukti melawan hukum dengan nomor perkara 339/Pdt.G.2017/PN JKT.Sel dan memerintahkan para tergugat untuk membayar ganti rugi.
"Mengadili, dengan menolak gugatan tergugat, mengabulkan sebagian penggugat dan menghukum tergugat untuk membayar ganti rugi," kata Ferry di ruang sidang pada Rabu (11/4).
Penggugat mengajukan perkara perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Jakarta Selatan karena tergugat dinilai melakukan mark up tagihan listrik dan air.
Kuasa Hukum PT Prima Buana Internusa Aryanto Harun mengatakan kendati mengapresiasi keputusan persidangan, pihaknya merasa tidak puas atas keputusan majelis hakim. Dia dan tergugat lain belum mengambil langkah apapun setelah keputusan tersebut.
"Kami mencermati nampaknya hasil keputusan belum mewakili semua persidangan. Misalnya, ada bukti invoice tagihan listrik sudah sesuai aturan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) [No. 31/2015 tentang Penyediaan Tenaga Listrik untuk Bangunan Dalam Kawasan Terbatas]," ungkapnya.
Aryanto mengatakan bahwa pihaknya berencana mengajukan banding atas putusan majelis hakim PN Jakarta Selata tentang sengketa penagihan listrik dan air di Apartemen Kalibata City.
Kuasa Hukum Pradani Sukses Widjaja Lowardi mengatakan bahwa pengajuan banding dilakukan karena ada fakta yang tidak sesuai. Seperti kata dia, Permen ESDM No. 31/2015 menyatakan Perusahaan Listrik Negara (PLN) hanya mengalirkan listrik sampai gardu listrik apartemen, sehingga yang menyalurkan listrik ke unit-unit apartemen adalah badan pengelola apartemen.
"Kami menunggu salinan putusan dulu dan akan mempelajarinya. Kami tidak melakukan mark up listrik dan air karena sesuai aturan dan tagihan PN dan PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA)," ujar dia.
Di tempat sama, Kuasa Hukum 13 warga Kalibata City Syamsul Munir mengatakan dengan kemenangan untuk para warga Kalibata City di persidangan, ke depan berharap tidak ada lagi mark up listrik dan air yang dilakukan oleh pengembang apartemen.
"Setiap kenaikan tarif listrik dan PDAM itu kan mestinya ada musyawarah dulu tetapi ini kan sepihak saja. Jadi yang dikabulkan tadi, eksepsi tergugat ditolak, putusan tergugat terbukti melawan hukum atas 13 warga Kalibata City mewakili 13.000 unit kamar dan 18 tower," ujarnya.
Kasus ini bermula pada akhir Agustus 2016, Badan Pengelola Kalibata City PT Pradani Sukses Abadi mengumumkan tagihan biaya kelangkaan air yang ditagih mundur Januari 2015. Pengumuman itu mengagetkan warga karena yang terkena tagihan hingga belasan juta rupiah yang mesti dibayar pada September 2016.
Sebelum mensomasi dan melayangkan gugatan, warga melakukan protes dalam Komunits Warga Kalibata City. Warga menemukan ada mark up tagihan listrik dan air dan belakangan merata mark up terjadi di seluruh tower di Kalibata City.
Warga Kalibata City salah satu penggugat mengatakan bahwa penemuan itu membuat warga mengajukan somasi pada 16 Januari 2017 kepada pengelola dan pengembang atas nama 13 warga dan somasi itu tidak digubris oleh pengelola Kalibata City maka diajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 24 Maret 2017.
Dalam gugatan kerugian untuk 13 warga sebagai penggugat senilai Rp23,5 juta dan kerugian mark up seluruh unit mencapai Rp13 miliar. Berjalannya waktu, berlangsung 31 kali persidangan mulai dari sidang pertama 19 Juni 2017 hingga putusan 11 April 2018.
Syamsul mengutrakan bahwa dari temuan sidang, para tergugat tidak bisa menunjukkan perizinan wajib serta mendistribusikan listrik serta mengelola jaringan listrik.
Bukti lain, paparnya, ada tagihan atas pemakaian bersama dimasukkan dalam tagihan masing-masing unit seharusnya dimasukkan dalam IPL disebutkan komponen listrik. Ini berarti ada penagihan ganda terhadap 13.500 unit penghuni Kalibata City.
"Itu listrik, kalau air yang ditagih kepada Residence dan Regency adalah tarif maksimum mestinya mengikuti tarif progresif sehingga warga yang pemakaiannya hemat amat dirugikan," kata
Tagihan air, menurutnya, di Green Palace mengacu pada golongan V lebih mahal padahal seharusnya mengacu pada golongan IVV seperti apartemen lain.