Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Fraksi PKB DPRD Kota Malang, Sahrawi merasa dizalimi karena dia mengaku tidak pernah menerima aliran dana suap dari Walikota Malang.
Ditemui seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Kamis (5/4/2018), Saharwi mengatakan dia tidak pernah menerima aliran dana tersebut. Pasalnya, saat peristiwa penyerahan uang, dia tengah berada di luar kota.
“Sejaka masih berastatus saksi pun saya sudah menyatakan bahwa saya tidak tahu menahu tentang aliran dana dan tidak menerima.
Dalam percakapan elektronik pun saya tidak pernah membicarakan tentang hal itu. Kejadiannya H-1 sebelum Lebaran 2015. Saya pulang kampung ke Madura H-5. Jadi kalau ada orang yang bersaksi saya menerima aliran uang, saya dizalimi,” tuturnya.
Karena itu, dia menyatakan siap membuktikan bahwa dia tidak bersalah dalam perkara ini di pengadilan dengan mempersiapkan berbagai alat bukti baik keterangan saksi maupun bukti lainnya untuk memperkuat alibinya.
Dia juga mengatakan masih mengkonsultasikan dengan pengacaranya perihal kemungkinan melakukan permohonan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka dalam perkara pemberian suap Rp700 juta terkait pembahasan APBDP 2015 ini.
Sahrawi dan 17 anggota DPRD Kota Malang lainnya bersama Walikota Malang Mochamad Anton ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. KE-18 wakil rakyat Kota Malanbg diduga menerima fee dari Walikota Malang bersama-sama terdakwa Jarot Edy Wicaksono untuk memuluskan pembahasan APBDP tersebut.
Menurut KPK, secara keseluruhan DPRD Kota Malang menerima Rp700 juta yang diberikan kepada Arif Wicaksono. Dari jumlah itu, Rp600 juta di antaranya didistribusikan kepada 18 wakil rakyat yang baru ditetapkan sebagai tersangka ini.
Dari 19 orang tersangka yang ditetapkan, dua di antaranya tercatat sebagai kontestan Pilkada Kota Malang 2018. Mereka adalah Mochamad Anton sang petahana serta Yaqud Ananda Gudban yang saat ini menjadi Ketua Fraksi Hanura DPRD Kota Malang. Basaria mengatakan bahwa penetapan status tersangka kepada kedua orang itu semata-mata berdasarkan kecukupan alat bukti.
Perkara ini merupakan pengembangan perkara yang melibatkan Jarot Edy Sulistiyono, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan Kota Malang serta Arief Wicaksono, mantan Ketua DPRD Kota Malang.
Dalam kasus pertama, Arief Wicaksono diduga meneirma hadiah atau janji sebesar Rp700 juta dari Jarot Edy Sulistiyono, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan Kota Malang terkait pembahasan APBD perubahan Pemkot Malang 2015.
Pada kasus lainnya, Arief diduga menerima uang sebesar Rp250 juta dari Komisaris PT ENK, Hendrawan Maruszaman terkait penganggaran kembali proyek pembangunan Jembatan Kedung Kandang yang didadani dari APBD Pemkot Malang dengan skema tahun jamak 2016-2018 senilai Rp98 miliar. Dia diduga menerima pemberian sebesar Rp250 juta.