Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perang Dagang China-Amerika Memanas

Perang dagang antara dua negara ekonomi terbesar di dunia semakin memanas lantaran kedua pihak saling melakukan aksi pembalasan.
Bendera AS dan China/newline
Bendera AS dan China/newline

Kabar24.com, JAKARTA - Perang dagang antara dua negara ekonomi terbesar di dunia semakin memanas lantaran kedua pihak saling melakukan aksi pembalasan.

Amerika Serikat (AS) telah melanjutkan proses tarif sebesar US$50 miliar terhadap produk-produk impor asal China yang telah dijanjikannya sejak bulan lalu.

Kantor Perwakilan Perdagangan AS (USTR) telah merilis daftar produk impor China yang akan dikenakan tarif, yaitu sebanyak 1.300 jenis produk. Di dalam daftar tersebut, terdaftar produk ekspor vital Negeri Panda seperti produk teknologi, transportasi, medis, dan kedirgantaraan.

Adapun, keputusan itu diambil Pemerintah AS degan perhitungan untuk menghalangi tercapainya cita-cita Beijing, yang ingin menjadikan China sebagai pemimpin sektor teknologi pada 2030. Aksi tersebut pun berhasil memprovokasi China.

China langsung mengumumkan bahwa Negeri Panda akan menyesuaikan tarif sebesar US$ 50 miliar tersebut. Tidak kurang dari 11 jam dari pengumuman AS, Beijing membalas dengan mengumumkan akan mengenakan tarif yang sama seperti AS, dengan menargetkan produk kacang kedelai, kedirgantaraan, otomotif, daging, dan produk kimia.

Kecepatan respons dari Beijing itu berhasil membuat aksi jual besar-besaran di pasar keuangan global dan komoditas. Pasalnya, investor bertanya-tanya apakah salah satu hambatan perdagangan terbesar dalam dekade ini akan dibawa oleh perang dagang antara China dan AS.

“Asumsinya adalah China tidak akan merespons secara agresif dan menghindari menaikkan tensi. Respons yang cepat ini telah menjadi kejutan bagi banyak orang,” ujar Julian Evans-Pritchard, Senior China Economist di Capital Economics, sambil menambahkan bahwa belum terlihat siapa yang akan pertama kali mengalah.

Adapun, tensi perang dagang mulai naik ketika Presiden AS Donald Trump membuat keputusan yang menghebohkan pelaku perdagangan global. Dia mengenakan tarif sebesar 25% untuk impor baja dan 10% untuk impor aluminium.

Tujuan utama dari pengenaan tarif tersebut adalah untuk menyasar China. Trump menuduh China telah mengambil untung dalam perdangangan dengan AS dan merusak properti intelektual Paman Sam.

Tidak lama setelah itu, Trump juga menjanjikan akan mengenakan tarif hingga US$50 miliar untuk produk-produk asal China.

Setelah meresmikan tarif logam pada pertengahan bulan lalu, pada Rabu (4/4/2018), Kantor Perwakilan Perdagangan AS (USTR) akhirnya merilis daftar produk-produk China yang akan mereka kenakan tarif. Pengumuman daftar produk tersebut muncul setelah China menyuarakan pembalasannya untuk tarif logam AS.

China telah meresmikan tarif sebesar 15% hingga 25% untuk produk-produk impor asal Paman Sam, termasuk buah-buahan, daging babi, dan produk baja sederhana, pada Senin (3/4/2018).

Perundingan

Tidak lama setelah pengenaan tarif balasan tersebut, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang, menyampaikan bahwa China  telah memperlihatkan ketulusan untuk menyelesaikan masalah perdagangan ini lewat perundingan.

“Langkah terbaik untuk menyelesaikan isu ini adalah lewat perundingan, yang telah berulang kali diacuhkan oleh pihak AS,” katanya.

Meskipun begitu, kedua negara masih memiliki waktu untuk kembali berunding. Tarif yang ditetapkan oleh Administrasi Trump akan berlaku setelah melewati periode konsultasi 60 hari. Begitu pun China, akan meresmikan tarifnya di saat yang sama.

Hal ini memperlihatkan bahwa kedua negara masih tampak terbuka dengan adanya perundingan. Namun, dua pemimpin ekonomi terbesar di dunia ini memiliki alasannya sendiri untuk tetap teguh.

Partai Komunis China telah bergantung pada pertumbuhan ekonominya selama ini untuk mempertahankan kekuasan satu partai. Oleh karena itu, perang dagang pun dapat membawa China kesultian menghadapi tumpukan utangnya.

“Strategi China tampaknya tidak bagus untuk menaikkan tensi perang dagang, tetapi juga memiliki alasan untuk tidak mundur,” kata Erlend Ek, Manajer Riset Agrikultur dan Perdagangan China Policy, sebuah perusahaan konsultan di Beijing.

Serupa, Presiden Trump juga akan menghadapi ancaman politis, termasuk pemilihan kongres pada November 2018. Pasalnya, tarif China ini akan membebani kawasan peternakan yang kendalinya masih dibutuhkan oleh kongres.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper