Kabar24.com, JAKARTA - Terdakwa korupsi proyek KTP elektronik Setya Novanto mengatakan bahwa uang Rp20 miliar disiapkan untuk membayar jasa pengacara.
Dalam sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Kamis (22/3/2018), Setya Novanto mengakui bahwa ada pembicaraan antara dia dan pengusaha Andi Agustinus serta Johannes Marliem terkait uang Rp20 miliar jika dia tersangkut perkara korupsi tersebut.
Pembicaraan itu terungkap setelah pekan lalu penuntut umum memperdengarkan rekaman pembicaraan ketiganya dalam suatu acara sarapan bersama di kediaman Setya Novanto, Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
“Tapi uang yang dibicarakan itu untuk membayar jasa pengacara karena memang biaya pengacara mahal, apalagi jika berurusan dengan KPK,” ungkapnya.
Setya Novanto membantah bahwa uang tersebut akan dia gunakan untuk menyogok KPK. Pasalnya, institusi penegak hukum tersebut terkenal pantang melakukan tindak pidana yang bertentangan dengan agenda pemberantasan korupsi.
“Maaf saya tidak memiliki maksud untuk menyuap. KPK itu berintegritas, tidak bisa disuap mulai dari pengawalan saja tidak bisa,” tuturnya.
Baca Juga
Dalam persidangan itu terungkap bahwa mantan Ketua DPR dari Partai Golkar itu telah mengembalikan uang sebesar Rp5 miliar kepada KPK.
Menurutnya, uang tersebut pernah digunakan oleh keponakannya Irvanto Hendra Pambudi, yang saat ini juga berstatus tersangka korupsi KTP elektronik, untuk membiayai gelaran rapat pimpinan nasional Partai Golkar. Uang itu, dia perkirakan berkaitan erat dengan proyek KTP elektronik.
“Apapun itu, Irvanto adalah keluarga saya dan diyakini uang itu ada kaitannya dengan masalah KTP elektronik sehingga saya kembalikan uang itu,” ujarnya di hadapan majelis hakim.
Menurutnya, saat gelaran rapat tersebut, Irvanto merupakan anggota panitia sekaligus salah seorang wakil bendahara partai. Novanto mengaku tidak ingin dana haram tersebut menyentuh partai sehingga dia rela mengembalikan uang tersebut kepada KPK.
Dalam persidangan Setya Novanto juga menyebutkan bahwa Pramono Anung dan Puan Maharani menerima aliran dana masing-masing sebesar US$500.000.
Dengan pengakuan ini, secara keseluruhan ada beberapa politisi PDIP yang diduga turut menerima aliran dana korupsi yakni Olly Dondokambey, saat ini Gubernur Sulawesi Utara, Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, Puan, serta Pramono yang saat ini menjadi anggota kabinet.