Bisnis.com, JAKARTA -- Mantan Kepala Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Pascal Lamy menyampaikan WTO harus bersiap untuk masa depan tanpa AS.
“Jika sebuah kekuatan besar tidak mau mengikuti aturan disiplin perdagangan internasional, maka yang lain harus bereaksi,” katanya dalam Konferensi PBB mengenai Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) dengan tema “Trade in crisis: headwinds or maelstrom” di Jenewa, Swiss, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (20/2/2018).
Pernyataan itu turut mengacu pada keputusan AS menghalangi pengangkatan hakim baru dalam Pengadilan Banding WTO, beberapa waktu lalu. Langkah AS dilakukan merupakan tindak lanjut tuntutan mereka mengenai sistem perdagangan yang adil terkait memanasnya perselisihan dagang dengan China.
UNCTAD menggelar konferensi itu untuk membicarakan proteksionisme yang diusung pemerintahan Donald Trump serta potensi perang dagang China dan negara-negara lain.
“Jika sistem perdagangan multirateral macet, ketakutannya adalah aspirasi pembangunan negara-negara miskin dan kecil akan menghilang,” tulis UNCTAD dalam laman resminya.
Lamy menambahkan ada beberapa strategi yang dapat dipilih negara-negara anggota WTO lainnya. Pertama, menanyakan pangkal permasalahannya dan menawarkan jalan keluar. Kedua, memastikan sistem yang ada bisa tetap bekerja tanpa AS.
"Adanya opsi kedua mungkin dapat membantu memastikan rencana pertama dilaksanakan dengan lebih baik," terangnya.
Lamy menjelaskan taktik AS sepertinya akan berujung pada satu dari tiga kemungkinan. Yang paling ringan adalah reformasi hukum kasus WTO agar lebih sesuai dengan kriteria Washington.
Sementara itu, opsi yang berada di tengah-tengah adalah WTO kembali ke era pra-WTO yang memiliki kelemahan disiplin perdagangan dan penegakan hukum.
“Kemungkinan skenario yang ketiga adalah apa yang saya sebut “koboi kesepian”. Yang artinya apakah AS yang keluar atau negara lain yang keluar, hal ini untuk mempertahankan sikap melawan perilaku AS, kita bangun WTO tanpa AS,” lanjutnya.