Kabar24.com, JAKARTA- Peran Made Oka Masagung sebagai penampung uang gratifikasi yang ditujukan kepada Setya Novanto makin terkuak dalam sidang lanjutan korupsi pengadaan KTP elektronik.
Dalam sidang yang dipimpin hakim Yanto, Senins (22/1/2018) tersebut, Made Oka menceritakan bahwa dia mengenal Setya Novanto pada dekade 1990-an. Ketika itu, Made menjabat sebagai Komisaris PT Gunung Agung dan Setya Novanto menjadi direkturnya.
Dia juga menjelaskan bahwa dia cukup sering bertandang ke kediaman Setya Novanto di Kawasan Wijaya, Jakarta Selatan. Melalui politisi itulah, Oka juga berkenalan dengna Irvanto yang merupakan keponakan Setya Novanto.
Penuntut umum kemudian menanyakan tentang perusahaan OIM milik Oka di Singapura yang pada 14 Juni 2012, diketahui menerima uang yang ditransfer oleh Johannes Marliem dari Biomorf, salah seorang anggota konsorsium PNRI, pemenang tender KTP elektronik sebesar US$1,8 juta. Uang tersebut ditransfer dari Mauritius ke rekening OCBC milik perusahaan OIM.
“Saya diberitahu pihak bank ada transferan uang tapi saya tidak menanyakan lebih lanjut dari mana.,” ujar Made Oka.
Penuntut umum kemudian menguraikan bahwa melalui cek, Made Oka mengirimkan uang tersebut ke sejumlah pihak dengan beberapa perincian seperti 15 Juni 2012 sebesar US$100.000, 18 Juni 2012 US$200.000 dan US$400.000, 20 Juni 2012 US$ 21.000 danUS$150.000 serta 350.000 dan 26 Juni 2012 sebesar US$60.000.
Baca Juga
Made Oka membenarkan bahwa uang tersebut telah dia kirimkan ke berbagai pihak namun dia mengaku lupa kepada pihak mana dan atas permintaan siapa. Dia mengaku semua data-data rekening tersebut telah dia serahkan kepada KPK.
Selain menerima uang dari Johannes Marliem, Made Oka juga diduga menerima uang sebesar US$2 juta dari Anang Sugiana Sudihardjo, Dirut PT Quadra Solution, salah seorang anggota konsorsium PNRI, pada November 2012. Made berkilah bahwa yang tersebut merupakan transaksi jual-beli saham perusahaan farmasi miliknya di Amerika Serikat. Pernyataan itu disangsikan penuntut umum karena berdasarkan penelusuran KPK, valuasi saham pada perusaah tersebut hanya sebesar US$3000.
Pada persidangan terdahulu, diuraikan bahwa uang yang dikirim oleh Marliem ditampung ke rekening milik Made Oka dan kemudian diserahkan kepada berbagai perusahaan penukaran uang untuk kemudian diserahkan kepada Irvanto, keponakan Setya Novanto.
Irvanto diketahui menjabat sebagai Dirut PT Murakabi Sejahtera, pimpinan konsorsium Murakabi yang juga turut serta dalam tender pengadaan KTP elektronik. Fakta persidangan menunjukkan bahwa konsorsium tersebut hanya bertugas mendampingi konsorsium PNRI selaku pemenang dalam tender proyek pengadaan.
Dalam sidang tuntutan dengan tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong beberapa waktu lalu, penuntut umum juga menguraikan bahwa setelah penandatangan kontrak, Andi bersama Anang Sugiana, Johanes Marliem, Paulus Tanos bersua dengan Setya Novanto untuk menanyakan perihal modal membiayai proyek.
“Saat itu Novanto mengatakan bahwa modal awal akan diusahakan oleh Made Oka Mas Agung, bos Gunung Agung. Dia juga mengatakan bahwa fee dari proyek tersebut juga diserahkan ke Made Oka,” ujar penuntut umum.
Setelah penyaluran modal awal dan proyek berjalan, Andi bersama Paulus Tanos bersua dengan Setya Novanto dan Chairuman Harahap,, politis Golkar lainnya.
Pada pertemuan tersebut para politisi menagih comitment fee yang disusul oleh pertemuan antara Andi, Johanes Marliem dan Anang Sugiana untuk membicara cara memberikan fee dan diputuskan penyaluran dilakukan oleh PT Quadra Solution sebesar US$7 juta melalui Made Oka.
Saat pengerjaan proyek pun Andi mendorong konsorsium agar meminta pembayaran tetap dilakukan meski pengerjaan proyek tidak mencapai target yang telah ditentukan.