Bisnis.com, JAKARTA -- PT Bank Bukopin Tbk meminta pengembalian dana terhadap perusahaan pelat merah PT Berdikari (Persero) via penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
Jalur PKPU di pengadilan ini ditempuh lantaran PT Berdikari dinilai tidak mampu lagi membayar utangnya terhadap bank bersandi saham BBKP ini.
Perkara ini baru saja terdaftar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan No.164/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN.Jkt.Pst.
Kuasa hukum Bank Bukopin (pemohon) Iwan Natapriyana mengatakan perseroan geram dengan aksi PT Berdikari (termohon) yang mangkir melunasi kewajiban. Padahal, perseroan telah mengucurkan dana pinjaman sejak 2012 lalu.
"Kami sudah menagih berkali-kali dan mengirimkan somasi tetapi akhirnya default [gagal bayar]," katanya, Minggu (15/1/2018).
Iwan menambahkan utang PT Berdikari (Persero) sebesar Rp29,87 miliar. Rinciannya utang pokok Rp29,29 miliar, bunga Rp2,53 milar dan denda Rp316,86 juta.
Baca Juga
Menurut dia, termohon PKPU dinilai sudah tidak mampu lagi melunasi kewajibannya yang sudah jatuh tempo. Dengan begitu, syarat permohonan PKPU dianggap telah memenuhi unsur Pasal 222 (ayat) 3 UU No.37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Perkara ini bermula ketika Bank Bukopin mengucurkan fasilitas kredit modal kerja Rp20 miliar pada 19 November 2012.
Berdikari kembali mendapatkan fasilitas modal kerja Rp5 miliar dengan fasilitas bank garansi di waktu yang sama. Dengan demikian fasilitas kredit digabungkan sehingga mencapai Rp30 miliar.
Adapun jatuh tempo pinjaman tersebut yak ni 19 November 2013. Namun termohon PKPU meminta perpanjangan jangka waktu 12 bulan hingga 19 November 2014. untuk melunasi utangnya.
Tidak sampai di situ, termohon kembali meminta perpanjangan selama 24 bulan.
Dengan begitu, seluruh utang termohon harus lunas pada 19 November 2016, baik utang pokok, denda maupun bunga.
Atas pinjaman tersebut, Bank Bukopin bertindak sebagai kreditur separatis atau pemegang hak kebendaan.
Bukopin memerintahkan Berdikari untuk menjual dan mengosongkan jaminan apabila selama tiga bulan tidak dilakukan pembayaran sesuai waktu perjanjian.
Jaminan yang dipegang oleh Bukopin antara lain tanah dan bangunan seluas 10.132 m2 di Bandar Lampung dan tanah dan bangunan seluas 2.000 m2 di Pare-Pare, Sulawesi Selatan.
Selain itu, pemohon PKPU juga meminta tanah dan bangunan seluas 26.080 m2 di Makasar, Sulawesi Selatan dan tanah bangunan seluas 21.273 m2 di Makasar.
Dalam hal pelunasan utang, Berdikari menawarkan restrukturisasi utang internal dengan pembayaran 120 bulan. Namun skema pembayaran tersebut juga tidak dijalankan oleh perusahaan milik negara ini.
Alhasil, pemohon melayangkan surat peringatan sebanyak 4 kali, mulai dari 4 Januari 2017 hingga 8 Juni 2017.
"Somasi dari Bank Bukopin tidak pernah direspons dengan baik. PT Berdikari tidak mempunyai itikad baik menyelesaikan utangnya," tutur Iwan.
Iwan menjelaskan fasilitas kredit dari Bank Bukopin baru jatuh tempo pada 30 November 2026. Akan tetapi terdapat komponen cicilan pokok, denda dan bunga yang tidak dibayarkan sehingga telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Menurut dia, termohon sudah dikategorikan kolektabilitas 5 yaitu Macet sejak Juni 2017.