Kabar24.com, JAKARTA - Justice collaborator bisa menjadi jalan bagi pelaku korupsi mendapatkan keringanan hukuman. Peluang itu pun bisa saja dimanfaatkan Setya Novanto.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempersilakan Setya Novanto yang menjadi terdakwa kasus proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-e) mengajukan diri menjadi justice collaborator (JC), yaitu pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.
"Jika terdakwa memiliki itikad baik menjadi JC silakan ajukan ke KPK. Tentu dipertimbangkan dan dipelajari dulu," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis (4/1/2018).
Menurut dia, seorang yang menjadi JC harus mengakui perbuatannya dan kooperatif membuka peran-peran pihak lain secara lebih luas. Namun, kata dia, JC tidak bisa diberikan kepada pelaku utama.
"Jadi silakan ajukan saja, nanti akan dinilai siapa pelaku lain yang lebih besar yang diungkap. Memang jika menjadi JC maka ancaman hukuman penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun ini dapat diturunkan nanti jika memang JC dikabulkan," ungkap Febri.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak keberatan Setya Novanto dalam lanjutan sidang dengan agenda putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis.
Baca Juga
"Menimbang bahwa karena seluruh keberatan tim penasihat hukum terdakwa telah dipertimbangkan dan dinyatakan tidak dapat diterima, maka majelis hakim berpendapat, surat dakwaan penuntut umum nomor Dak 88/24/12/2017 tanggal 6 Desember 2017 telah memenuhi pasal 143 ayat 2 huruf a dan b KUHAP, sehingga seluruh dakwaan sah menurut hukum dan dapat diterima sebagai dasar pemeriksaan perkara ini," kata Ketua Majelis Hakim Yanto dalam sidang dengan agenda putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Pada sidang 20 Desember 2017, Novanto melalui tim kuasa hukumnya yang dipimpin Maqdir Ismail mengajukan sekitar 12 keberatan, namun seluruhnya ditolak majelis hakim dengan suara bulat.
"Menimbang bahwa keberatan tim penasihat hukum tidak dapat diterima, maka pemeriksaan perkara ini harus dilanjutkan. Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan atas terdakwa Setya Novanto, menangguhkan biaya perkara hingga putusan akhir," ungkap Yanto.
Atas putusan itu, Novanto menyatakan akan mengikuti persidangan selanjutnya dengan tertib.
"Terima kasih, yang mulia, hakim ketua Pak Yanto, juga JPU beserta para penasihat. Kami sudah mendengarkan dan saya sangat menghormati dan saya akan mengikuti secara tertib," kata Novanto yang tampak sudah sehat.
Sidang selanjutnya direncanakan pada 11 Januari 2017.
KPK pun akan membuktikan lebih rinci perbuatan Setya Novanto dalam perkara korupsi proyek KTP-e tersebut pasca Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak keberatan mantan Ketua DPR RI itu.
"KPK akan membuktikan secara lebih rinci perbuatan terdakwa termasuk dugaan penerimaan sejumlah uang terkait kasus ini," kata Febri.
Novanto didakwa mendapat keuntungan 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135.000 dolar AS dari proyek KTP-e.
Dalam perkara itu, kepada Novanto didakwakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.