Kabar24.com, JAKARTA - Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi membantah semua eksepsi penasehat hukum Setya Novanto dalam sidang lanjutan korupsi pengadaan KTP elektronik, Kamis (28/12/2017).
Pada persidangan pekan lalu, tim penasehat hukum Ketua DPR nonaktif Setya Novanto yang dipimpin Maqdir Ismail menilai dakwaan terhadap klien mereka tidak cermat, tidak jelas juga tidak lengkap. Menanggapi hal tersebut, tim penuntut umum menguraikan bahwa dakwaan terhadap terdakwa sudah sangat jelas.
Pasalnya, dalam dakwaan tersebut telah diuraikan secara detail jenis tindak pidana yang dimaksud, siapa pelakunya, di mana dan bilamana serta bagaimana tindak pidana itu dilakukan dan juga akibat yang ditimbulkan dari peristiwa korupsi tersebut.
Penuntut umum juga menilai penasehat hukum Setya Novanto tengah mengalami de javu kemenangan praperadilan pertama sehingga dalam eksepsi mereka menyatakan bahwa dakwaan tidak dapat diterima karena disusun berdasarkan hasil penyidikan yang tidak sah serta kerugian negara yang tidak nyata dan tidak pasti.
Menurut penuntut umum, dalil sah tidaknya penetapan status tersangka bukanlah ranah eksepsi melainkan wewenang hakim praperadilan untuk memutuskan.
Namun, lanjut mereka, jika penasehat hukum berpikir bahwa seorang tersangka yang telah dikabulkan permohonan praperadilannya tidak dapat ditersangkakan kembali dan terhadap penetapan kembali itu maka hasil penyidikannya dianggap tidak sah, maka pemikiran tersebut dianggap keliru.
Baca Juga
Hal ini dikarenakan dalam Peraturan Mahkamah Agung No.4/2016, putusan praperadilan yang mengabulkan permohonan praperadilan tidak menggugurkan kewenangan penyidik untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka lagi melalui proses yang ideal dan benar.
Selain itu, penuntut umum yang digawangi Irene Putri dan kawan-kawan juga menyatakan bahwa dakwaan yang mereka susun telah memenuhi kelengkapan baik formil maupun materil sehingga telah memenuhi syarat dakwaan.
Atas tanggapan tersebut, majelis hakim yang dipimpin Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Yanto akan mengeluarkan putusan sela dalam persidangan pekan depan.
Novanto selaku anggota DPR RI periode 2009-2014 bersama Anang Sugiana Sudihardjo, Andi Agustinus, Irman, Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri serta Sugiharto, Pejabat Pembuat Komitmen Ditjen Dukcapil Kemendagri dan kawan-kawan diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, korporasi merugikan keuangan negara Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan KTP elektronik Rp5,9 triliun.
KPK menjerat Setya Novanto dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 UU No.31/1999 sebagaimana telah diperbaharui dalam UU No.20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.