Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Jepang memprediksi laju pertumbuhan inflasi pada tahun fiskal 2017 dan 2018 masih berada di bawah target yang ditentukan Bank Sentral Jepang (BOJ), yakni 2%.
Kantor Kabinet Jepang dalam laporan terbarunya menyebutkan laju inflasi pada tahun fiskal 2017 akan mencapai 0,7%. Sementara itu, untuk tahun fiskal berikutnya berada pada level 1,1%. Hal itu menurut Pemerintah Jepang, akan memberikan tekanan tersendiri bagi BOJ dalam mengelola kebijakan moneternya.
“Hal ini akan menjadi tantangan bagi bank sentral untuk mempercepat inflasi ke target 2%. Sebab laju inflasi masih tumbuh cukup lambat ketika pertumbuhan ekonomi melaju secara mantap,” ujar Kantor Kabinet dalam keterangan resminya, seperti dikutip dari Reuters , Selasa (19/12).
Adapun Pemerintah Jepang juga merevisi proyeksi pertumbuhan ekonominya pada tahun fiskal 2017 dan 2018. Produk domestik bruto (PDB) tahun ini diperkirakan akan tumbuh 1,9% atau naik dari proyeksi sebelumnya yakni 1,5%.
Sementara itu pada tahun depan, laju PDB akan mencapai 1,8% atau naik dari proyeksi sebelumnya yang dengan 1,4%. “Pertumbuhan masing-masing tahun didukung oleh membaiknya permintaan domestik,” ujar otoritas tersebut.
Seperti diketahui, perekonomian Jepang telah menunjukkan kekuatannya pada tahun ini, karena lonjakan pertumbuhan ekspor yang pada akhirnya membuat sektor manufaktur domestik bergeliat kembali. Sejauh ini, tantangan terbesar Jepang adalah laju inflasi yang masih rendah. Pasalnya hal itu menyulitkan upaya BOJ untuk keluar dari kebijakan pelonggaran moneternya.
Baca Juga
Di sisi lain, Kantor Kabinet Jepang juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi nominal 2,0% untuk tahun fiskal 2017 yang sedang berjalan dan 2,5% untuk tahun fiskal berikutnya yang dimulai pada 1 April 2017. Perkiraan pertumbuhan ekonomi nominal yang lebih tinggi, menunjukkan harapan pemerintah untuk penerimaan pajak yang lebih besar.
Salah satu anggota Dewan Gubernur Bank Sentral Jepang (BOJ) Hitoshi Suzuki mengatakan, otoritasnya tetap memiliki peluang untuk mengubah kebijakan moneternya, kendati laju inflasi belum mencapai target 2%.
Suzuki mengatakan, otoritasnya masih memiliki ruang untuk melakukan penyesuaian kebijakan moneter, terutama dalam pengendalian kurva imbal hasil obligasi nasional (YCC). Seperti diketahui, BOJ menetapkan kurva imbal hasil obligasi pada kisaran 0%.
Menurutnya, beberapa cara dapat dilakukan di antaranya dengan memperlambat atau mengubah metode pembelian reksa dana yang diperdagangkan di bursa efek (ETF). Di sisi lain, dia juga menyatakan terdapat peluang bagi BOJ untuk mengerek tingkat suku bunganya meskipun inflasi belum mencapai targetnya.
"Tidak tepat jika suku bunga tidak akan menunjukkan perubahan sampai inflasi mencapai target 2%,” kata Suzuki.
Baginya, perubahan kebijakan moneter seperti penyesuaian YCC dan kenaikan suku bunga secara terbatas sebelum target inflasi akan membantu para pelaku pasar melakukan penyesuaian. Pasalnya, apabila kebijakan moneter Jepang langsung diubah pascainflasi mencapai target, pasar akan kaget dan kesulitan menerima perubahan yang drastis.
Seperti diketahui, berdasarkan hasil pertemuan terkahir Dewan Gubernur BOJ pada bulan lalu, suku bunga jangka pendek Jepang masih ditetapkan pada level -0,1%. Sementara itu Bank Sentral Jepang juga memutuskan untuk menahan yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun pada kisaran 0%.