Bisnis.com, JAKARTA - Luas kebakaran hutan berkurang hingga 95% sepanjang periode 2015 sampai 2017.
Hal itu terlihat dengan menurunnya titik kebakaran hutan pada 2015 yang sebanyak 22.000 titik menjadi kurang dari 2.500 titik pada 2017 atau menurun 89%.
Dengan menurunnya titik rawan kebakaran, luas areal kebakaran hutan juga terus berkurang. Pada 2015 tercatat kebakaran hutan mencapai 2,6 juta ha, kemudian pada 2016 turun sebesar 94% dengan total kebakaran menjadi 146.000 ha.
Selanjutnya pada 2017, total luas hutan dan lahan yang terbakar turun lagi menjadi 125.000 ha atau 15% dibanding 2016 sehingga sepanjang 2015-2017, luas area kebakaran berkurang sekitar 95%.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan menurunnya titik dan luas area kebakaran menunjukkan upaya berbagai pihak dalam mencegah kebakaran hutan, kebun dan lahan (karhutbunla) mulai menuai hasil.
Seperti diketahui, pada tahun 2015 Indonesia pernah mengalami bencana kebakaran besar yang terjadi bertepatan dengan fenomena El-Nino. Saat itu, seluas 2,6 juta ha hutan dan lahan telah terbakar dan menimbulkan dampak kerugian ekonomi hingga mencapai Rp 16,1 triliun.
“Meskipun saat ini terdapat faktor cuaca yang lebih basah, namun hasil ini tidak lepas dari berbagai upaya konkret yang telah dilaksanakan oleh berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta yang terus berupaya mewujudkan komitmen Indonesia untuk menjaga perubahan iklim,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Karhutla, Selasa (19/12).
Darmin menerangkan, sistem produksi sumber daya lahan yang lebih hijau dan rendah asap (low haze) merupakan kepentingan ekonomi nasional. Untuk itu, pencegahan karhutbunla harus menjadi bagian dari sistem produksi lestari tersebut.
“Sudah menjadi kewajiban pemerintah dan dunia usaha nasional untuk mentransformasi ekonomi sumberdaya alam menjadi hijau, rendah asap, dan rendah emisi. Ini penting agar perekonomian kita menjadi tangguh dan berkelanjutan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, upaya tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing Indonesia di pasar internasional yang menuntut berbagai macam produk yang dihasilkan dari hutan dan kebun serta turunannya agar menerapkan prinsip-prinsip lestari dan keberlanjutan.
Guna meningkatkan upaya pencegahan ini, pemerintah terus mendorong pelaku usaha kehutanan dan perkebunan sawit untuk mengimplementasikan standar pencegahan karhutbunla dengan pendekatan klaster dan berbasis masyarakat. Misalnya, pembentukan Masyarakat Peduli Api (MPA), Desa Tangguh Bencana Karhutbunla (Destana), Kelompok Tani Peduli Api (KTPA), dan Desa Makmur Peduli Api (DMPA).
Disamping itu, pemerintah dalam hal ini adalah Kemenko Perekonomian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) juga telah menyusun Grand Design untuk pencegahan karhutbunla.
Ruang lingkup Grand Design ini nantinya difokuskan pada kegiatan dan pemantuan yang akan dilaksanakan oleh multipihak, baik dari pemerintah maupun swasta, pada kurun waktu 2017-2019. Dalam Grand Design ini, terdapat potret dan fakta karthubunla yang selama ini terjadi disertai analisis mendalam mengenai faktor penyebab kebakaran di lndonesia.
Pemerintah juga tengah menyiapkan berbagai instrumen pembiayaan yang dapat mendukung pendanaan kegiatan pencegahan di tingkat masyarakat dan desa. Instrumen pembiayaan tersebut diperlukan untuk mempermudah akses kepada sumber-sumber pembiayaan terkait perubahan iklim.
Dalam jangka pendek, Kemenko Perekonomian, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian LHK, dan Kementerian Keuangan juga telah membentuk Sustainable Landscape Management Multi Donor Trust Fund (SLM-MDTF). Fasilitas dana perwalian yang dikelola oleh Bank Dunia ini, didukung dengan dana hibah dari Pemerintah Norwegia dan Pemerintah Australia.