Kabar24.com, SEMARANG – Real Estate Indonesia Jawa Tengah mencatatkan 2017 menjadi tahun penjualan terburuk untuk wilayah Semarang dan sekitarnya.
Wakil Ketua DPD Real Estate Indonesia Jawa Tengah Dibya K. Hidayat mengatakan sepanjang 2017 ini, permintaan rumah komersil di atas Rp1 miliar di wilayah ini terus melemah. Demikian juga untuk segmen di bawahnya yakni pasaran Rp300-Rp800 juta.
“Hasil pameran terakhir sangat jauh dari harapan panitia. Hanya terjual 20 unit,” kata Dibya di Semarang, Senin (20/11).
Dia mengatakan terjadi penurunan signifikan terhadap perminta rumah. Padahal ketika Bank Indonesia melakukan pengetakan uang muka (LTV) segmen properti menengah ke atas di Semarang masih tumbuh sangat baik. “pada 2014-2015-2016 kami tumbuh baik, 2017 ini tidak tumbuh,” katanya.
Dibya mengatakan, seharusnya tidak terjadi pelemahan terhadap perumahan menengah atas di Jawa Tengah. Pasalnya di wilayah ini pembeli merupakan end user. Baik itu kelas menengah baru ataupun masyrakat yang mengupgrade rumahnya setelah menjual rumah lama. Disaat yang sama, ekonomi Jawa Tengah juga tumbuh meyakinan di atas pertumbuhan ekonomi nasional.
“Ini artinya ada yang salah dalam perekonomian disegmen ritel, karena data ekonomi pemerintah ekonomi seolah-olah baik saja. Tapi kami mengalami penurunan,” katanya.
Baca Juga
Meski pengembang menyatakan penjualan sulit, namun data Otoritas Keuangan menunjukan terjadi peningkatan permintaan kredit kepemilikan rumah (KPR). Hingga triwulan III/2017 kredit segmen ini tumbuh 13,4% untuk rumah tipe 21-70. Sedangkan untuk rumah menengah atas yakni ukuran di atas 70 meter persegi, kredit yang dikucurkan perbankan tumbuh 8,8%. Akan tetapi tidak dijelaskan apakah peningkatan KPR karena perpindahan nasabah karena take over atau merupakan kredit baru.
CEO BNI Wilayah Semarang, Eben Eser Nainggolan mencatat kredit yang disalurkan hingga triwulan III/2017 naik 14% secara year-on-year. Demikian juga dengan pengumpulan dana pihak ketiga, Kantor Wilayah Semarang membukukan kenaikan sebesar 11%.
“Kami maksimalkan [hingga akhir tahun] agar achive target,” kata Eben.
Eben mengatakan geliat pertumbuhan kredit juga tercatat di sektor consumer terutama pada pembiayaan perumahan. Sedangkan sisi nasabah business banking juga mengalami pertumbuhan. Meski begitu Eben belum bersedia menyampaikan angka besaran realisasi capaian ini.
“Consumer griya menggeliat, ini menunjukan sisi pertumbuhan ekonomi diharapkan semakin membaik,” katanya.
Seperti diketahuai, sektor properti merupakan salah satu sisi pengukur pertumbuhan ekonomi rill. Pasalnya perkembangan sektor ini akan mendongkrak pertumbuhan sektor rill. Peningkatan permintaan akan properti akan memiliki dampak berganda terhadap 140 sektor industri pundukung lainnya.
Sementara itu Otoritas Jasa Keuangan kantor Regional 3 yang meliputi Jawa Tengah dan Yogyakarta mencatat hingga triwulan III/2017 kredit yang dikucurkan industri mencapai Rp270,31 triliun.