Kabar24.com, JAKARTA-Penyebaran berita hoax (palsu) semakin massif belakangan ini berpotensi mempengaruhi kepercayaan publik yang mengakses tanpa mengecek kebenaran informasinya.
Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Hardly Stefano, mengatakan pemberitaan hoax di media sosial terkadang justru diambil oleh media mainstream seperti radio dan televisi.
“Ketika sebuah kejadian menjadi viral di media sosial, hal itu memicu media untuk ikut mengakses dan menjadikan sebagai sebuah karya jurnalistik. Terkadang media itu tidak melakukan verifikasi,” katanya Senin (20/11/2017).
Dia dalam situs resmi KPI Pusat, mengatakan perkembangan teknologi media, khusunya media sosial, dapat berimplikasi terhadap dinamika masyarakat, karena dapat diakses secara cepat tanpa melalui prosedur yang lazim dalam jurnalistik.
Menurutnya, verifikasi dan pendalaman informasi oleh jurnalis atau tim media merupakan proses absolut sebelum informasi tersebut menjadi produk jurnalistik.
Namun sayang, lanjutnya, akselerasi informasi yang beredar di masyarakat sangat tinggi disertai dengan tuntutan rating menyebakan prosedur tersebut terkadang dilangkahi.
Untuk itu, imbuhnya, lembaga atau media penyiaran diharapkan dapat menjadi penyeimbang berbagai informasi yang beredar tanpa terkendali di internet atau media sosial.
Baca Juga
“Fungsi media penyiaran lewat informasinya harus menyejukan dan memberi rasa aman bagi masyarakat. Kami dari KPI sangat mendukung media penyiaran yang memposisikan diri sebagai media penyeimbang,” ujarnya.
Sementara itu Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, meminta jurnalis televisi untuk teguh dengan prinsip akurasi informasi meskipun dikejar-kejar kecepatan media lain.
Akurasi pemberitaan, menurutnya, merupakan landasan utama dari ciri produk jurnalistik yang baik dan benar. Produk jurnalistik tidak menggunakan media sosial.
“Karena itu, jurnalisme warga tidak pernah jadi produk jurnalistik karena tidak memiliki newsroom," tegasnya.