Bisnis.com, JAKARTA—Kelompok kriminal bersenjata yang menyandera 1.300 orang dari dua desa, yakni Desa Kimbely dan Desa Banti, Kecamatan Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua ditengarai berasal dari kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Meski kelompok itu menolak negosiasi yang dilakukan Satgas Terpadu dari Polri dan TNI tetapi aparat keamanan tetap harus melakukan langkah-langkah persuasive dan preventif agar masyarakat bebas dari intimidasi dan ancaman sekaligus mencegah korban jiwa.
“Harus diwaspadai pula karena kelompok bersenjata itu mengurung dua kampung, berarti jumlahnya pasti puluhan atau bisa jadi sampai ratusan,” ucap Wakil Ketua Komisi I DPR RI TB Hasanuddin dalam siaran pers yang diterima Bisnis, Sabtu (11/11/2017).
Guna melakukan pemetaan agar satgas terpadu bisa melakukan tindakan secara terukur maka Badan Intelijen Negara juga harus terlibat penuh. Pasalnya, BIN dinilai DPR RI memiliki rekam jejak keberhasilan dalam merangkut tokoh separatis di Aceh.
Hasanuddin yakin satgas terpadu dari polisi dan TNI bisa mengatasi persoalan ini. Tapi dirinya juga mengimbar agar pada diplomat jangan tinggal diam. Mereka harus menjelaskan kasus ini ke muka internasional agar tidak menimbulkan citra buruk mengingat Papua memiliki rentang diplomasi luas.
Setidaknya ada 1.300 orang dari dua desa, Kimbely dan Banti yang dilarang keluar dari kampung itu oleh kelompok bersenjata. Mereka tinggal di lokasi yang berdekatan dengan area tambang Freeport.