Bisnis.com, JAKARTA—Presiden Donald Trump kemungkinan besar akan memilih Anggota Dewan Gubernur Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell sebagai Kepala Bank Sentral AS.
Salah satu sumber Reuters mengatakan, nama Powell menjadi yang terdepan dalam daftar calon Kepala The Fed. Seperti diketahui, selain Powell, terdapat pula dua nama kandidat kuat lain yakni Kepala The Fed saat ini yakni Janet Yellen dan ekonom Stanford University John Taylor.
Adapun, salah satu pejabat Gedung Putih secara terpisah mengatakan bahwa Presiden AS Donald Trump akan mengumumkan nama calon pemimpin The Fed pilihannya pada Kamis (2/11/2017). Pengumuman tersebut dilakukan sehari sebelum Trump melakukan kunjungannya ke sejumlah negara Asia seperti China, Jepang, Korea Selatan, Filipina dan Hawai selama 3-14 November 2017.
Di sela-sela agenda kunjungan kenegaraan itu, Trump juga akan menghadiri Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) pada 8-10 November di Vietnam.
Sejumlah ekonom menilai, dengam memilih Powell yang merupakan seorang bankir top yang telah mengenal The Fed secara mendalam, maka Trump akan memperoleh keuntungan ganda. Pertama, dia akan mendapatkan perubahan atau penyegaran dalam jajaran pejabat bank sentral. Kedua, Trump juga berpotensi menciptakan kondisi dan kebijakan ekonomi yang stabil pascaditinggalkan oleh Yellen.
Seperti diketahui, Powell telah menjadi Anggota Dewan Gubernur The Fed sejak 2012. Dia juga menjadi salah satu pendukung kebijkan Yellen yang cenderung dovish di masa kepemimpinannya. Dalam beberapa tahun terakhir, Powell juga telah menyampaikan kekhawatirannya pada laju inflasi yang lemah telah membuatnya mengambil pendekatan yang berhati-hati untuk menaikkan suku bunga.
"Powell tidak menyerang atau memiliki kecenderungan konfrontatif dengan orang lain, dan itu keuntungan besar di Washington. Dia adalah tipe orang yang bisa mendapatkan persetujuan dari Senat dan juga Pemerintah AS," kata John Silva, Kepala Ekonom Wells Fargo, seperti dikutip dari Reuters Selasa (10/31/2017).
Kendati demikian, penantang utama Powell saat ini adalah John Taylor. Pasalnya ekonom Stanford University tersebut adalah seorang favorit dari para pejabat Partai Republik kubu konservatif. Sejumlah pihak meyakini, para Republikan konservatif menginginkan kebijakan moneter yang lebih agresif dan lebih ketat dari periode kepemimpinan Yellen.
Rencana tersebut dianggap dapat diakomodasi oleh Taylor yang cenderung berhaluan hawkish.
"Yellen memang dikenal cukup dovish, begitu pula Powell. Sementara itu Taylor justru sebaliknya. Hal itulah yang membuat Taylor lebih disukai [Republikan konservatif]" kata Analis Strategi Mata Uang Jones Cole.
Namun demikian, kritikus mengatakan bahwa apabila The Fed dipimpin oleh Taylor, maka AS berpeluang menjalankan pengetanan moneter dalam kecepatan yang tinggi. Hal itu dianggap dapat mencekik pemulihan ekonomi AS dan global dari krisis keuangan 2007-2009.
Terus bergulirnya isu mengenai pemimpin The Fed pilihan Trump ini telah membuat imbal hasil obligasi Pemerintah AS bertenor 10 tahun terus terombag ambing. Pekan lalu ketika nama Taylor mencuat, yield obligasi Paman Sam mengalami kenaikan.
Namun, ketika giliran nama Powell yang mengemuka sebagai kandidat kuat, imbal hasil surat utang pemerintah AS, justru tertekan. Terakhir, imbal hasil obligasi AS tersebut turun menjadi 2,37% pada penutupan Senin (30/10) atau turun dari 2,43% pada Jumat (27/10).