Kabar24.com, JAKARTA – Kalangan akademisi mengusulkan Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan kembali Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto sebagai tersangka dugaan kasus korupsi e-KTP dengan menerbitkan surat perintah penyidikan baru.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyayangkan putusan hakim Cepi Iskandar yang mengabulkan gugatan praperadilan Novanto. Pertimbangan hakim adalah KPK tidak memenuhi hukum acara KUHAP karena alat buktinya didasarkan pada alat bukti perkara lain.
Menurut Abdul, hakim telah mengesampingkan fakta bahwa bukti-bukti yang dijadikan dasar penetapan tersangka masih dalam penyitaan perkara yang lain. Apalagi, perkara Novanto dengan perkara terdakwa kasus e-KTP sebelumnya memang berkaitan.
Di sisi lain, Pasal 44 UU tentang KPK menyatakan jika penyelidik telah mendapatkan dua alat bukti yang cukup maka penyelidik menyerahkan perkara kepada penyidik. Alhasil, karena sudah ada dua alat bukti maka penyidik bisa langsung menetapkan seseorang sebagai tersangka.
“Hakim telah mengingkari ketentuan ini dan mengesampingkan kenyataan bahwa perkara Novanto merupakan satu kesatuan dengan perkara dua terdakwa e-KTP sebelumnya,” katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu (30/9/2017).
Abdul pun mendorong Komisi Yudisial untuk turun tangan memeriksa hakim praperadilan. Menurutnya, putusan hakim bisa disebabkan tindakan tak profesional atau bisa juga karena hakim menerima sesuatu.