Bisnis.com, SINGAPURA—Penerapan kebijakan pembayaran digital (digital payment) guna mendukung terciptanya cashless society, dinilai memerlukan dukungan dari berbagai pihak, terutama di Asia Tenggara.
Vice President Enterprise Patnership Mastercard untuk kawasan Asia-Pacific Subhrendhu Koche mengatakan, salah satu dukungan utama yang wajib datang adalah dari regulator atau pemerintah setiap negara di Asia Tenggara.
Menurutnya pemerintah di setiap negara wajib menciptakan perencanaan jangka panjang dan diiringi oleh konsistensi dalam hal aturan yang mengiringinya. Dalam kasus ini dia mencontohkan program smart city di Jakarta yang belum berkembang dengan baik, di mana dalamnya konsep cashless society dan pembayaran digital sebagai sebagai tulang punggungnya.
“Setiap pemerintah di sebuah negara atau kota tentu memiliki kebijakan atau aturan masing-masing. Namun, dalam hal ini, pemerintah sebuah negara harus konsisten dalam hal perencanaan dan pemberian aturan,” katanya, dalam Mastercard Innovation Forum, Selasa (27/9/2017).
Ketidakpastian yang diberikan oleh pemerintah sebuah kota atau negara tersebut, pada akhirnya akan membuat banyak investor atau pihak swasta yang ingin terlibat mengendurkan minatnya. Akibatnya rencana tersebut tak berjalan dengan baik dan program transaksi non-tunai hanya berjalan secara parsial dan sektor-sektor tertentu saja.
Hal yang serupa pun menurutnya banyak terjadi di negara Asia Tenggara lain, seperti Thailand, Filipina dan Malaysia. Di negara-negara kawasan ini, program transaksi non-tunai sering kali dijalankan dengan setengah-setengah.
Menanggapi kondisi itu, Koche pun mencontohkan India yang dianggapnya berhasil menerapkan kebijakan dasar untuk menciptakan sistem cashless society dan pembayaran digital. “Pemerintah India cukup berani dan konsisten dalam hal pembuatan ‘bangunan dasar’ dari program cashless society mereka di masa depan.”
Seperti diketahui, India telah berhasil menciptakan megaproyek bernama Aadhaar pada 2009. Adapun Aadhaar adalah database yang berisi identitas penduduk dalam bentuk digital yang berisi 12 digit angka. Database itu berbasis biometrik yang diautentikasi dengan sidik jari dan pemindaian retina setiap penduduk.
Program tersebut menjadi proyek di sektor teknologi informasi terbesar dan paling sukses yang pernah ada di India. Pasalnya, pada 2016, 1,1 miliar orang (95% dari populasi) memiliki data identitas digital.
Pada 2016 program Aadhar diperkuat oleh sistem digital baru yang bernama India Stack. Sistem itu memungkinkan orang dapat menyimpan dan berbagi data pribadi seperti alamat, laporan bank, catatan pekerjaan dan tagihan pajak melalui data digitalnya.
India Stack juga memungkinkan setiap warga untuk membuka rekening bank atau melakukan transaksi, hanya dengan sidik jari atau pemindaian retina dari Aadhaar. Sederhananya, India Stack bisa menjadi kerangka bagi masyarakat digital baru.
“ID digital untuk sektor keuangan ini cukup penting terutama guna menunjang program digital payment dan sistem cashless society. Sebab data mereka dapat digunakan sekaligus disikronisasikan secara internasional terutama untuk transaksi lintas batas, tanpa perlu verifikasi yang rumit,” lanjutnya.