Kabar24.com, JAKARTA--Ismail Fahmi, wartawan yang bekerja di Bisnis Indonesia sejak 1987 dan pensiun pada Agustus 2015, tutup usia pada Kamis, 14 September 2017 malam, di RS Harapan Kita, Jakarta Barat.
Bagi teman-teman wartawan, Fahmi adalah sosok yang selalu serius menekuni bidang liputannya.
Kemarin, jenazah dikebumikan di taman pemakaman umum Poncol, di Jalan RA Kartini, Bekasi. Saat pemakaman tersebut, banyak rekan wartawan, para anggota keluarga, serta puluhan sahabatnya mengantar jenazah ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Suasana takziah menjadi momentum pertemuan bagi Pemred Bisnis Indonesia Hery Trianto berkumpul bersama tiga pendahulunya yaitu Banjar Chaeruddin, Ahmad Djauhar, dan Arif Budisusilo. Dari tokoh politik tampak politisi senior Partai Persatuan Pembangunan Emron Pangkapi. Wartawan senior Nur Hidayat yang kini jadi penulis buku agama Islam juga hadir.
Dalam suasana duka, sang istri, Nunung Nurjanah, terlihat tegar menghadapi cobaan hidup itu. Lebih dari seperempat abad berumah tangga, dalam 2 tahun terakhir Nunung telaten merawat sang suami yang sering sakit-sakitan. Dia menyampaikan rasa terima kasihnya kepada teman-teman almarhum yang hadir seraya memohon doa.
Ismail Fahmi lahir di Jakarta pada 6 Agustus 1960. Buah cintanya bersama Nunung adalah Raki Jihadi, Gina Ramadhanty dan Muhammad Raihan.
Baca Juga
Bagi Kiki, begitu panggilan Raki Jihadi, peran ayahnya begitu besar dalam kehidupannya. Almarhum selalu mengajarkan anaknya tentang empati dan peduli terhadap orang lain, khususnya orang-orang yang membutuhkan bantuan.
"Tolong jaga sampai adik Gina jadi sarjana. Raihan juga harus selesai kuliah," kata Kiki, menirukan pesan ayahnya.
Almarhum menghembuskan nafas terakhirnya setelah dirawat secara intensif di RS Harapan Kita selama 1 bulan. Saat itu Fahmi tengah berjuang melawan serangan penyakit jantung, paru-paru, dan ginjal.
Banyak kenangan dari para sahabat tentang sarjana lulusan Institut Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) itu. Bidang liputan yang digelutinya selama jadi wartawan cukup beragam. Ia pernah liputan di Balai Kota, sektor perbankan, pertambangan dan menjelang masa akhir tugasnya bertugas sebagai editor di Bisnis.com.
Ada pernyataan almarhum yang hingga kini masih terngiang di telinga. Pada 23 Mei 2017, bersama Hery dan Arif, saya bermaksud menjenguknya. Rupanya hari itu ia sudah diizinkan dokter untuk pulang dari rumah sakit.
"Nanti saya datang ke kantor [Bisnis Indonesia]," begitu kata Fahmi melalui telepon secara bergantian kepada saya, Hery dan Arif. Suaranya ringan dan terdengar riang karena sudah pulih dari sakitnya.
Ahmad Djauhar punya kesan tersendiri atas almarhum.
"Sebagai pendatang baru di desk Produksi dan Investasi (Kompartemen Sektor Riil, Harian-Bisnis Indonesia, saya harus berusaha secermat mungkin mengangkat sebuah angle berita, karena di desk_tersebut ada Ismail Fahmi yang relatif lebih senior dan cukup menguasai isu berita produksi dan investasi."
Saat itu, IF, demikian Ismail Fahmi sering disapa berdasarkan kode penulis yang berupa singkatan atau inisial nama yang bersangkutan, sebagai wartawan yang sudah kenyang isu di sektor tersebut, seringkali menimpali jika ada di antara kami, reporter baru, yang melaporkan hasil liputan, dengan kalimat, "sudah pernah [diberitakan] itu."
Kalau yang belum paham terhadap karakter IF, si penyetor berita bisa langsung merasa down dibegitukan. Namun, biasanya redaktur kami, CIK alias Cyrillus Irianto Kerong menyarankan pilihan, "bagaimana kalau kau pilih angle yang ini saja.
Sosok IF bagi kami, reporter yang lebih junior, cukup menyenangkan, terlebih ketika sedang berkisah tentang hal yang kocak, bisa-bisa kami ger-geran berlama-lama.
Suatu ketika terjadi perubahan struktur keredaksian, dan saya sempat menjadi atasan langsung IF, dia tetap menunjukkan jiwa besarnya, tetap menjalin kerja sama dengan baik, tanpa kehilangan dignity-nya.
Kini ia memang tak mungkin datang lagi dan kita selalu mengenangnya termasuk lewat puisi yang dituliskan wartawan senior Abraham Runga Mali:
Tertinggal cuma nama yang pernah terpatri
dalam sebuah kotak kecil redaksi
sebagai juru warta dari koran ini
jurnalis boleh mati
tapi berita dan esai kecil
yang pernah kau tulis
tetap abadi
kalau engkau mengetuk pintu surgawi
bawa satu dua kliping koran ini,
atau minta tolong malaikat buka website
bukti pernah menebar yang baik