Bisnis.com, PADANG - Pemerintah Kabupaten Solok akan meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat terkait investasi energi panas bumi atau geothermal oleh PT Hitay Daya Energy, yang mendapat penolakan warga setempat.
Bupati Solok Gusmal menyebutkan terjadi kesalahpahaman antara masyarakat dengan investor, serta belum adanya pemahaman masyarakat mengenai investasi panas bumi, sehingga muncul kekhawatiran terjadinya bencana.
“Hanya miskomunikasi saja. Masyarakat belum paham bahwa pengeboran geothermal berbeda dengan tambang lainnya. Kurang sosialisasi, sehingga masyarakat khawatir ada dampak lingkungannya,” katanya, Minggu (10/9/2017).
Dia menjanjikan peningkatan sosialisasi kepada masyarakat mengenai manfaat energi panas bumi dan manfaatnya untuk pembangunan daerah itu.
Gusmal menuturkan dampak positif dari investasi energi panas bumi di daerah itu bagi masyarakat sangat banyak. Apalagi, pemda sudah melakukan kajian mendalam mengenai dampak yang akan ditimbulkan.
Sebelumnya, warga Nagari Batu Bajanjang, Kecamatan Lembang Jaya, Kabupaten Solok yang berdekatan dengan kawasan enegri panas bumi Gunung Talang melakukan protes dan menolak investasi tersebut.
“Kami khawatir nanti air yang biasa mengaliri area pertanian kami akat tersedot oleh proyek itu. Juga kami takut akan terjadi gempa bumi sebagai dampak dari pengeboran,” kata Yas Mulyadi, salah satu warga setempat.
Menurutnya, pembangunan tambang panas bumi itu akan berdampak negatif bagi kelangsungan hidup masyarakat setempat yang rerata bekerja sebagai petani.
Dia mengatakan dari analisa warga, pengeboran panas bumi itu akan berdampak terhadap berkurangnya debit air yang akan mengaliri sawah dan memicu terjadinya gempa bumi.
Sementara itu, Direktur LBH Padang Era Purnama Sari menilai rencana eksplorasi dan eksploitasi sumber panas bumi di wilayah Gunung Talang, Kabupaten Solok berpotensi mengancam kehidupan pertanian masyarakat.
“Kami menerima pengaduan dari masyarakat soal izin panas bumi di kawasan Gunung Talang – Bukit Kili. Mengingat status Gunung Talang sebagai kawasan hutan lindung yang memiliki fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, dampaknya bisa mempengaruhi aktivitas pertanian masyarakat,” katanya.
Meski, proyek pembangunan panas bumi itu merupakan bagian dari upaya pemenuhan energi 35.000 MW, namun penetapan WKP yang berada di kawasan Gunung Talang dan dekat pemukiman masyarakat bisa mengancam kehidupan masyarakat setempat.
Era mengungkapkan dari laporan masyarakat, perusahaan sudah mulai melakukan aktivitas eksplorasi potensi energi.
“Mereka [investor] telah melakukan aktivitas eksplorasi dengan mematok lubang pengeboran sumur panas bumi di beberapa titik sekitar Gunung Ralang. Bahkan, dua di antara titik pengeboran tersebut berada di bahu gunung yang lokasinya tidak jauh dari kawah gunung yang menjadi pusat panas bumi,” jelasnya.
Selain itu, juga sudah dilakukan aktivitas land clearing atau pembukaan lahan, pembukaan akses jalan, serta pendirian kamp-kamp untuk pengeboran panas bumi.
Era berpendapat bahwa proses izin panas bumi harus tetap memperhatikan aspek lingkungan dan juga sosial masyarakat. Maka, Pemerintah Kabupaten Solok mengambil langkah tegas untuk mengkaji ulang kembali proyek panas bumi di Gunung Talang tersebut.
Untuk diketahui, PT Hitay Daya Energy sudah mendapatkan izin pembangunan panas bumi seluas 27.000 hektare di kawasan Gunung Talang dengan jangka waktu 37 tahun itu, dan potensi energi 58 MW.