Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) telah menjatuhkan sanksi terbaru kepada Korea Utara.
Dalam resolusi terbarunya, DK PBB menyebutkan ada enam poin sanksi terbaru bagi Pyongyang. Adapun sanksi itu dikeluarkan karena Korut dianggap tidak mengindahkan sanksi DK PBB sebelumnya dengan tetap melanjutkan program senjata nuklirnya.
"Kami bertindak sebagai respons terhadap perkembangan baru aksi militer Korut yang makin berbahaya. Ini adalah tindakan terkuat yang pernah diterapkan untuk Korut," ujar Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley, seperti dikutip Bisnis, Selasa (12/9/2017).
Adapun, salah satu hukuman yang dianggap paling berat adalah kebijakan PBB untuk membatasi impor Korut pada produk minyak mulai 1 Oktober 2017 hingga waktu yang tak ditentukan. Dalam dokumen resolusi tersebut, impor produk minyak mentah maupun sulingan dibatasi hanya 2 juta barel per tahun.
Jumlah itu jauh di bawah rata-rata impor Korut setiap tahunnya yang mencapai 8,5 juta barel per tahun, berdasarkan asumsi Pemerintah AS. Adapun, secara lebih rinci impor 8,5 juta barel minyak Korut terdiri dari 4 juta barel dalam bentuk minyak mentah dan 4,5 juta barel produk olahan.
Agar Korut tidak dapat mensubstitusi produk olahan minyak yang diembargo tersebut, PBB juga melarang penjualan kondensat dan gas alam ke negara tersebut. Produk gas alam yang masuk dalam daftar larangan tersebut adalah propana dan butana.
Selain sanksi sektor energi, sanksi tak kalah berat juga diberlakukan kepada Korut di sektor tekstil.
Larangan ekspor produk tersebut oleh Korut diperkirakan akan membuat negara tersebut merugi hingga US$726 juta per tahun.
Padahal, produk tekstil adalah salah satu andalan terbesar penerimaan negara Korut selain produk batu bara dan makanan laut.