Kabar24.com, JAKARTA – Amerika Serikat (AS) menuntut sanksi terkuat untuk Korea Utara dan meminta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk memberikan suara mereka terkait sanksi Korut pekan depan.
Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley menyatakan bahwa AS berencana mengedarkan draft resolusi baru untuk Korea Utara pekan ini dan menginginkan sebuah pemungutan suara oleh DK PBB pada 11 September.
Haley mendesak DK PBB yang terdiri dari 15 anggota, termasuk China dan Rusia, untuk menerapkan langkah-langkah setegas mungkin demi mencegah Korea Utara melakukan aksi lebih lanjut atas program nuklirnya.
Rezim Kim Jong Un disebut seakan memberi ajakan perang dengan uji coba senjata nuklirnya akhir pekan lalu. Oleh karena itu, AS akan melakukan negosiasi untuk resolusi tersebut pekan ini.
“Perang bukanlah sesuatu yang diinginkan Amerika Serikat. Kami tidak menginginkannya saat ini. Tapi kesabaran negara kami terbatas. Kami akan membela sekutu dan wilayah kami,” tegas Haley dalam sebuah pertemuan DK PBB, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (5/9/2017).
Ia juga menegaskan ancaman Presiden Donald Trump untuk menghentikan perdagangan dengan negara-negara yang berbisnis dengan Korea Utara.
“Amerika Serikat akan melihat setiap negara yang melakukan bisnis dengan Korea Utara sebagai negara yang memberi bantuan pada niat nuklir mereka yang sembrono dan berbahaya,” lanjutnya.
Sementara Trump tidak mengenyampingkan serangan terhadap rezim Kim Jong Un, China dan Rusia menentang penggunaan kekuatan militer terhadap Kim Jong Un. China adalah sekutu dan mitra dagang utama Korea Utara, sekaligus mitra dagang terbesar AS.
“China tidak akan membiarkan kekacauan dan perang terjadi di Semenanjung (Korea),” kata Liu Jieyi, duta besar China untuk PBB. China pun mendesak Korea Utara untuk berhenti melakukan tindakan yang salah dan tidak memikirkan kepentingannya sendiri.
Sementara itu, Rusia mengatakan perdamaian di wilayah itu dalam bahaya. “Sanksi saja tidak akan membantu memecahkan masalah ini,” ujar Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia.
Korea Utara telah mendapatkan sanksi PBB sejak tahun 2006 karena program rudal balistik dan nuklirnya. Biasanya, China dan Rusia hanya melihat uji coba rudal jarak jauh atau senjata nuklir sebagai pendorong untuk kemungkinan jatuhnya sanksi PBB.
Seperti diketahui, pada MInggu (3/9) waktu setempat, Korea Utara menyatakan telah sukses melakukan uji coba bom hidrogen dengan kekuatan terdahsyat yang dapat dimuat ke dalam rudal balistik antarbenua (intercontinental ballistic missile/ICBM).
Meskipun diskusi dalam pertemuan itu berlangsung alot, fokus langsung dari respon internasional adalah pada sanksi ekonomi yang lebih ketat.
Para diplomat mengatakan bahwa DK PBB sekarang dapat mempertimbangkan untuk melarang ekspor tekstil dan maskapai nasional Korut ataupun menghentikan pasokan minyak ke pemerintah dan pihak militernya.
DK PBB juga dapat mencegah warga Korea Utara untuk bekerja di luar negeri, serta menambahkan jumlah pejabat tinggi ke dalam daftar hitam mengenai pembekuan aset dan larangan bepergian.