Kabar24.com, JAKARTA—Kebijakan pemerintah dengan mengesahkan kenaikan tunjangan anggota DPRD melalui Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 dinilai tidak tepat, membuat porsi aggaran belanja daerah tidak produktif dan efisien.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD tersebut disahkan Presiden Joko Widodo pada 2 Juni 2017 dan akan berlaku pada Agustus mendatang.
Sekjen Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yenny Sucipto mengatakan, PP tersebut akan bedampak pada pengurangan keuangan daerah yang akan dialokasikan pada kepentingan publik.
Dia menyebut, dari hasil riset pihaknya selama ini rata-rata 70% hingga 80% keuangan daerah habis untuk belanja pegawai
“Khawatir spending untuk publik dalam hal ini kesehatan dan pendidikan dipangkas, mau dari mana lagi karena tidak mungkin dari belanja rutin. Dari hasil riset, di pusat saja anggaran pendidikan dan kesehatan yang mencapai 20% dan 5% mengalami pengurangan 5% sampai 15% dalam beberapa tahun terakhir dan kemungkinan terjadi di daerah,” katanya, Senin (24/7).
Jika daerah ingin menaikan tunjangan legislatif, lanjut dia, perlu memperhatikan ruang fiskal. Berdasarkan PMK 7 tahun 2016 terdapat 12 provinsi se-Indonesia dengan indeks ruang fiskal yang tinggi, enam sedang dan 16 rendah.
Baca Juga
Berdasarkan kota, terdapat 47 kota dengan indeks ruang fiskal tinggi, 36 kota berindeks sedang dan 10 rendah. Adapun kabupaten 104 berindeks tinggi,95 sedang dan 216 rendah.
Sementara itu, dari riset pihaknya dari 524 kabupaten dan kota di Indonesia rata-rata ruang fiskalnya di angka 23%. Bahkan Yenny menyebut, dari total jumlah kota dan kabupaten di Indonesia, 60 kota saja yang tergolong kaya dan sisanya miskin.
Dari hitung-hitungan pihaknya, dengan adanya tambahan tunjangan anggota DPRD akan mengantongi pendapatan mencapai Rp30 juta hingga Rp35 juta per bulan. Jika ditotal se-Indonesia jumlahnya mencapai Rp689,3 miliar per bulan.
Jumlah itu belum termasuk tunjangan komisi, kelengkapan, keluarga, reses, rumah dan kendaraan dinas, serta biaya kesehatan. Di sisi lain Yenny menyebut kenaikan tunjangan pun belum tentu menjamin anggota DPRD bebas korupsi.
“Tidak menjadi jaminan bahwa korupsi akan hilang dengan peningkatan tunjangan kalau sistem tidak dibangun dengan transparansi dan akuntabilitas pada saat pembahasan anggaran. Karena terjadi politik transaksional pada saat pembahasan anggaran,” ujarnya.