Kabar24.com, JAKARTA - Dinas Kesehatan Kota Surabaya menyelidiki marak dokter spesialis gadungan yang membuka tempat praktik tanpa izin di kota pahlawan ini.
Kepala Dinkes Surabaya Febria Rachmanita, di Surabaya, Rabu, mengatakan pihaknya telah melakukan penyelidikan terhadap dokter spesialis patologi gadungan atas nama Dr H Mochammad Syam MD dr SpPA yang praktik di daerah Semolowaru Elok Blok L Nomor 16 Surabaya pada Selasa (27/6).
"Tim Dinkes Surabaya dibantu Satpol PP melakukan tinjauan lapangan dengan mendatangi rumah dokter tersebut. Saat itu, tim ditemui anaknya bernama Cut Shafira," kata Febria.
Hasilnya, lanjut dia, Cut Shafira menyebutkan bahwa rumah tersebut tidak digunakan untuk praktik dokter spesialis patologi, namun selama ini digunakan sebagai tempat indekos.
Cut Shafira menyatakan bahwa Dr Moch Syam praktik di daerah Juanda dan Pondok Jati Sidoarjo. Hanya saja, lanjut dia, dokter tersebut saat ini berada di Aceh berangkat sejak H-1 Lebaran 2017, dan kemungkinan akan kembali ke Surabaya pekan ini.
"Pada saat itu, sudah diingatkan apabila praktik harus ada izin dari Dinkes Surabaya," katanya lagi.
Menurut Febria, pihaknya mendapat informasi lain dari pemilik rumah yang mengatakan bahwa dokter beserta anaknya tersebut juga indekos di rumahnya.
"Ini masih kami selidiki terus karena keterangan yang berbeda-beda," ujarnya.
Ia juga mengatakan bahwa di rumah tersebut tidak ada plakat nama praktik dokter spesialis. Bahkan nomor ponsel yang ada di kartu nama sudah tersebar dimana-mana juga tidak bisa dihubungi.
"Kami harus bertemu langsung dengan orangnya supaya jelas karena anaknya tidak paham," katanya pula.
Menurut dia, kejadian ini juga sudah pernah terjadi beberapa bulan lalu, saat ada dokter mata palsu dari India yang buka praktik di Surabaya.
"Dinkes dibantu kepolisian akhirnya menangkap dokter gadungan itu," katanya.
Atas kejadian itu, lanjut dia, Dinkes Siranaya berharap tidak menginginkan kejadian serupa terulang di Surabaya. Menurutnya tempat praktik ilegal tersebut selain meresahkan, juga membahayakan warga karena tidak bisa dipertanggungjawabkan.